Wednesday, November 29, 2006

Ketika Harus Berbagi Cinta...

 Aku ga menemukan judul yang lebih pas mewakili kata hati yang ingin aku tuliskan. Untuk ke sekian kalinya kisah polygami hadir mengisi memori dan hatiku. Kali ini ada rasa yang tak bisa diungkapkan karena torehan dukanya sangat dalam terhadap orang yang aku sayangi, syaraf-syaraf ku pun merespon hingga aku harus mengakui bahwa aku teramat sedih. Bukan berarti aku mengingkari bahwa polygami itu dibolehkan karena memang ada firman Allah yang menyatakan demikian. Ungkapan klasik yang mau ga mau harus diakui dan dicarikan solusinya dengan adil “Wanita mana sih yang rela suaminya menikah lagi?”. Hal ini pula yang menyebabkan imbalan berupa sorga bagi isteri yang ikhlas menjadi sangat masuk akal karena ujian berbagi cinta pastinya menjadi ujian terberat bagi seorang isteri. Bahkan rumah tanggal Rasulullah pernah mengalami gejolak karena satu kata “cemburu”.


 


Aku tak bisa mendalami sejauh mana rasa sakit itu menghampiri perasaan seorang isteri karena aku tidak pernah berada dalam kondisi tersebut. Namun di setiap curhat ummahat sebelum ataupun sesudah suami mereka menikah lagi, aku ikut larut dalam setiap bulir air mata mereka. Tangis itu tidak semuanya melukiskan kecengengan, di antaranya menangis karena mereka belum mampu setabah dan setegar Siti Aisyah atau Siti Hajar. Mereka takut kalau tidak punya kesempatan yang banyak menuju gerbang sorga karena kecemburuan dan kemarahan pada sang suami. Buat mereka, selama ini suami atau lebih tepatnya keluarga adalah ladang untuk menuai pahala. Sejak ijab kabul terucap telah terpatri azam dan janji pada Sang Khalik untuk membina keluarga sakinah mawadah warahmah dengan berbakti sepenuhnya kepada suami dan menyayangi buah cinta yang mereka punya.  Sorga yang sangat dirindukan terasa makin menjauh karena senyum ikhlas tak mampu lagi mereka persembahkan untuk suami tercinta. Setidaknya inilah salah satu isak dari isteri-isteri shaleha yang pernah aku dengar (sayang para suami mungkin tidak mengetahuinya).


 


Di hari yang lain, seorang ukhti berbagi cerita denganku bahwa ayahnya ternyata punya isteri yang lain selain ibunya sejak 10 tahun yang lalu. Sang ibu baru mengetahui seminggu ini, itupun karena si isteri kedua datang ke rumah memperkenalkan diri dan curhat karena sang suami tak lagi menafkahi keluarga. Kalau tak berada dalam keadaan terpepet, dia sama sekali takkan pernah datang ke rumah itu karena dia tak mau mengganggu ketentraman keluarga yang telah dahulu dibina oleh sang suami. Ukhti tersebut sangat berbesar hati. Dia tidak marah pada ayahnya karena dia sama sekali tak pernah kehilangan sosok sang ayah, justru dia kasihan pada ibu kedua-nya karena kesabarannya untuk “dinomorduakan” selama 10 tahun. Buktinya, tak ada yang pernah tahu selama kurun waktu tersebut bahkan gelagat mencurigakan atau bisik-bisik tetanggapun tak pernah mereka dengar.  Namun, dia tak mampu untuk meyakinkan ibunya bahwa keluarga mereka akan baik-baik saja karena selama ini pun sang bapak tidak mengurangi sedikitpun kadar cintanya. Tapi luka itu tak mau pergi… Ukhti itu ingin sekali memperlakukan ibu kedua-nya selayaknya memperlakukan seorang ibu namun dia tak mau menyakiti ibu kandungnya bahkan lebih sedih lagi karena dia belum berhasil untuk membujuk ibunya agar tak mengajukan gugatan cerai kepada ayah yang sangat dicintainya.


 


Apakah sakit hati, marah dan benci memang menjadi bagian dari perangkat CINTA ? Entahlah, aku berusaha sekuat tenaga untuk menyangkalnya karena yang aku tahu CINTA itu adalah sumber kebahagiaan dan jika marah, benci dan sakit hati mulai mendominasi perasaan maka pastilah kedudukan cinta itu telah bergeser. Apapun penjabaran dan alasannya, takut kehilangan cinta menjadi alasan yang rasional dan manusiawi. Bukankah sebelum seseorang memutuskan untuk menikah, dia telah berjuang cukup banyak menemukan “cinta” nya dengan ikhtiar, sujud yang dalam dan doa-doa panjang karena cinta akan membuatnya mampu mereguk banyak pahala sebagai kunci menuju sorga? Setelah doa dikabulkan, tak peduli harus bernaung di kontrakan kecil, pindah kontrakan beberapa kali, makan seadanya, berhenti bekerja, bahkan meninggalkan segala kemewahan yang selama ini dipunya hanya untuk alasan cinta dan pengabdian, karena sadar bahwa tujuan pernikahan adalah untuk menggenapkan dien. Hingga, tak sedikit isteri yang mampu mengantar suaminya menuju jenjang kesuksesan, dilimpahi banyak rezki dan kebanggaan. Sangat wajar bukan jika duka itu menyeruak di saat mengetahui suami berbagi cinta atau jatuh cinta lagi ?


 


Maaf sahabat, aku menulis ini dalam keadaan yang sangat emosional. Hal ini jadi catatan penting buatku, ternyata aku masih jauh dari kadar seorang muslimah yang mampu memahami hakikat polygami. Saat ini, bukan aku yang mengalami tapi hatiku sudah protes demikian hebat. Maka, aku menyatakan penghargaan dan kekaguman yang tinggi kepada isteri-isteri yang tetap setia dan suami-suami yang adil dalam melajukan biduk rumah tangganya yang akan mudah sekali oleng bila irama kayuhnya tak sama.


 


* Aku malu ya Rabb, ujian yang Kau berikan padaku tak sehebat ujian yang Kau berikan pada mereka namun keluh kesahku lebih banyak dibanding doa yang mereka untai. Lindungi aku dari perbuatan zhalim kepada makhluk-Mu. Amin.

37 comments:

Benny Pangadian said...

seandainya juga ada peraturan yang memperbolehkan istri memiliki suami lebih dari 1.....

amarellia ary said...

tapi ternyata pada dasarnya manusia tak mampu berbuat adil (dalam hal ini laki2)

satriyo boediwardoyo said...

ini pengamatan (baca=pengalaman) pribadi atau fakta objektif yang memang innate sejak tercipta laki2 (baca=manusia) pertama, sekaligus nabi, Adam AS...?

:-)

amarellia ary said...

secara umum manusia (pria dan wanita)kan memang tidak bisa berbuat adil, karena adil yang absolut kan milik Allah SWT...
apalgi dalam "keadilan" versi manusia tidak ada indkatornya..:D

kalau dalam konteks ini (poligami) ya... memang "menuding" pada laki2...he he he

(pengalaman pribadi dan pengamatan plus pengalaman orang lain)

Benny Pangadian said...

kalau pendapat aku :
1. si lelaki itu tidak bisa "mengendalikan keinginannya/niat"
2. terdapat peluang karena adanya "pembolehan"

Jadi bila ada rambu yang "memperbolehkan" kemudian ditambah "pengendalian diri yang kurang"....maka terjadilah hal tsb.

tiwiw tea said...

kan ada ayatnya..
*manusia itu ga akan bisa berbuat adil..karena adil itu hanya milik Allah*

tapi lupa ayat yang mana

satriyo boediwardoyo said...

buat sriprativil:
ayatnya di surat yang sama dengan ayat yang membolehkan poligami yaitu AnNisa. Tepatnya ayat 129, dan ini berkaitan dengan munajat baginda Rasul kpd Allah bahwa untuk masalah hati dan syahwat sebagai manusia beliau tidak bisa adil, tapi selain dua hal tadi beliau sanggup. Maka turunlah ayat 129 itu. Jadi tidak berkaitan langsung dengan ayat 3 di awal surat.

buat amarelia:
sebenarnya yang ingin saya garis bawahi adl tdak tepat memberikan generalisir, dalam konteks apapun juga, krn menyangkut banyak pihak, dalam hal laki2 ya berarti memasukkan di dalamnya ayah, kakek atau keluarga laki2 kita, para nabi dan rasul dan para shahabat. Jadi mohon hati2 saja ... apalagi jika opini itu sifatnya emosional (baca=menyangkut perasaan, bukan 'temperamental') ...

buat be2ny:
point #1. si lelaki? umum atau khusus? jangan mudah menggeneralisir ...
point #2. dalam hal apapun pasti ada peluang ... ibadah sekalipun

maaf lahir bathin jika ada yang tidak berkenan ...

satriyo boediwardoyo said...

Hmm ...

Apakah memang CINTA bisa dibagi?
Apakah ADIL bagi IBU untuk membagi CINTA yang ia miliki saat ia memutuskan untuk memiliki anak kedua dan bahkan seterusnya...?
Bukankah CINTA itu hanya milik ALLAH?

CINTA yang mana dan bagaimana yang bisa dibagi?

tiwiw tea said...

bener tuh ga berkaitan?....hihihihi
untuk masalah hati dan syahwat beliau tidak bisa adil......lha...jelas2 nyambung dong....

tiwiw tea said...

cinta ibu mah ga bisa disamaain...jelas2 seorang ibu diberi kelebihan sama Allah untuk mencintai semua anak yang dikandungnya selama 9 bulan....diurus...kalo enggak ngapain ada surga ditelapak kaki ibu??
suami dan istri disamain dengan ibu dan anak???
nggak bangeeet
abcd......aduugh booo, cape deeey

eChaa -eChanted said...

hm...pernah berpikir bagaimana perempuan yang dijadikan nomor dua?

satriyo boediwardoyo said...

wallahu a'lam ... saya bukan ahli tafsir, dan itu yang saya tahu dari yang tahu tafsir ...
kalo sekedar disambung2in mah semua juga nyambung ...
hehehe ...
contoh ekstrem si Ulil dan JILnya tu yang PD banget mutusin dengan 'semau' mereka, sesuai 'akal' mereka mana yang ayat2 yang valid mana yang tidak ...
usul saya sih jangan hanya berpedoman akal, yaitu cukup hanya membaca terjemahan lalu puas ...
sekedar usul lohhhh

satriyo boediwardoyo said...

masa sih?
makanya ... jawab dulu dong, CINTA itu apa sih?
kalo memang artinya CINTA ibu lebih tulus, kok prakteknya tetap ada anak favorit ya? hanya kasus? tapi toh itu fakta bukan?
so ...?
kaitan dengan surga di telapak kaki ibu apa ya?
:-)

amarellia ary said...

tapi bukankah segala sesuatu yang absolut memang hanya milik Allah SWT mas?..^_^

dan dalam hal POLIGAMI...tentu saja merujuk pada keinginan laki2 yang mau menikah lagi...tapi lucunya banyak yang malah menuding pihak wanita yang tidak mau legowo menerima jika suaminya mau kawin lagi...
Secara si wanita akan tidak jadi "satu2nya" dan si pria akan medapatkan kenikmatana "ganda"?

Diana Rochayani said...

Uni... beberapa minggu lalu aku ketemu Ustadz yang punya istri 2. Beliau cerita gimana prosesnya.. Beliau punya pondok pesantren, dan harus mendatangkan guru yang hafidz Qur'an buat pesantrennya. Guru pertama dateng, setelah beberapa bulan kemudian menikah dan keluar dari pesantren itu (gak ngajar lagi), maka pak ustadz dan istrinya nyari lagi guru buat di pesantrennya. Dapet lagi ceritanya, tapi gak berapa lama gurunya ada tugas belajar..jadi pergi juga dari pesantren itu..

Cari lagi..... dapet lagi guru.. Suatu hari istri pak ustadz itu bilang, udah aja nikahin guru itu biar gak pergi2 dari pesantren.. Ustadznya kaget juga, karena inisiatif dateng dari istrinya, bukan kemauan pribadi ustadz.
Akhirnya istrinya bilang langsung ama bu guru itu, dan ikut nganterin lamaran ke rumah orang tuanya setelah istikharah beberapa lama..

Contoh di atas mungkin poligami atas dasar dakwah, ya Ni... Tapi ada juga yang atas dasar nafsu semata.. Belum apa2, belum nikah udah yayang2an..

Dhina Fitriani said...

hmmm ya ya contoh yang menarik....
tapi kayaknya jarang yaaa contoh kayak beginimah, kebanyakan para suami yang lebih dulu berinisiatif :D ato mungkin isteri nya yang terlambat memberikan insiatif ?? ahh entahlah.intinya sih kalo boleh berpendapat (ini pendapat mpit), gunakanlah cara yang baik dgn diawali niat yang baik, setiap keputusan dlm rumah tangga, (apapun itu) didiskusikan antara suami dan isteri...

satriyo boediwardoyo said...

maksudnya?
mungkin kalo berita aa gym nikah lagi itu betul, teh ninih akan bisa jadi alternatif panutan perempuan muslimah yang menyokong, atau setidaknya tidak menolak suaminya menikah lagi ...
tapi lagi-lagi kalo logika apalagi perasaan manusia yang jadi patokan dalam hal ini, ayat2 Allah pasti akan sulit dilihat hikmahnya ...
apakah berarti saya pro poligami?
hehehe ... yang jelas spt Patra katakan, poligami (seharusnya 'poligini' lohh) itu kemudahan dari Allah. Bagaimana prakteknya?
Itu kembali pada pelakunya ... sebagaimana ibadah lain dalam Islam. Yg masalah bukan bentuk amal ibadah tapi aplikasi oleh pelakunya.
apakah monogami lebih menjamin CINTA? silakan lihat sekeliling ...
mungkin bisa tengok http://peaceman.multiply.com/journal/item/105 ... moga (kec sudah baca) bisa menambah sedikit wawasan ...

:-)

amarellia ary said...

ini kan kalo inisisatif datang dari si istri...tapi kalo mendadak si suami yang minta mo kawin lagi?
Trus kalo istrinya nolak...biasanya malah disalahin...

Diana Rochayani said...

akuuuuuurrrrr!

satriyo boediwardoyo said...

alhamdulillah ...
post teh patra ini jadi 'menyatukan' kita yang kuat imannya pada Allah dan ayat2-Nya ...
salam kenal buat semua ...
:-)

satriyo boediwardoyo said...

btw, ... karena saya beranggapan monogini dan poligini itu sama saja, sama-sama lembaga yang sah di mata Allah, terutama bila landasannya lillaahi taala, maka praktek2 yang kt lihat juga ada monogini yang harmonis ada yang tidak, ada poligini yang lurus ada yang tidak ...
sekali lagi ... kembali pada pelakunya ...
allaahu a'lam
:-)

eChaa -eChanted said...

Halllah....

eChaa -eChanted said...

Halllah....

Jati Handayani said...

well, semoga hanya pandangan 4JJI yang kita cari, bukan pandangan manusia

Jati Handayani said...

oya mba, tulisannya boleh aku share yaa? syukran

satriyo boediwardoyo said...

kalo yang mas maksud peraturan itu dari Allah, bagi saya yang memahami poligini saja masih jauh panggang dari api, poliandri tentu sangar luarbiasa sulitnya dipahami ...
sederhananya bagi saya, Allah membolehkan poligini tentu karena logis, setidaknya logis 'bagi Allah' ... yang tentu pasti logis juga bagi kita ciptaan-Nya ...
poliandri?
hmm ...
:-)

patra rina said...

Aku ga menafikan kok ada yang sukses menjalani polygami tapi lebih banyak yang engga nya. Banyak peluang yang dimanfaatkan oleh para lelaki untuk menjustifikasi agar "nafsu" nya tersebut mendapat legalitas, antara lain "Engga harus kan suami bilang ke isteri pertama untuk nikah lagi ?". Emang sih, tapi klo yang gentle tentunya engga akan ngelakuin itu tapi dia berusaha untuk berkomunikasi empati dengan si isteri hingga klo semuanya udah sama-sama rela, baru deh rumah tangga bisa dijaga ke sakinah an nya.... Wallaahu a'lam

d'Amyja Songyanan said...

*nyimak...
dah pernah ngalamin dipolygami sih ni.......

patra rina said...

Hah? Yang bener aja Jeng... Hmm.. orang ga melihat dari semua aspek karena penilaian cenderung subjective.. itu juga gara2 oknum suami yang bikin polygami jadi sesuatu yang menakutkan. Ah, tapi hati kita sebagai wanita juga emang berat sih .. Makanya salut buat yang bisa melakoni polygami!

patra rina said...

Kenapa mikirnya begitu ?.... Mendingan kita memotivasi para suami untuk mencurahkan semua kasih sayangnya untuk satu istri dan anak2 aja... Ntar bingung lagi ngatur hukum polyandri nya hehehe.. yang jelas2 udah ga diperbolehkan

patra rina said...

Setuju mba.. manusia bahkan tak bisa adil untuk dirinya sendiri. Contoh kecil aja, di saat tubuh butuh istirahat ... kita tetap aja memaksanya untuk bekerja. Padahal Allah udah menyatakan bahwa malam itu adalah waktu untuk beristirahat. Nah, apalagi untuk urusan yang lain ?

patra rina said...

Jadi penasaran, kenapa laki2 cenderung ga bisa menahan diri ? Ups, jangan marah ya.. pengen tahu aja kok.

patra rina said...

Hehehe jadi emosi ya? Kita juga ga tahu motivasi pria untuk mendambakan atau mempunyai istri kedua. Aneh banget ya... kalau hanya didasari oleh kalimat "Allah aja membolehkan kok" tapi ga ngelihat lagi faktor2 lainnya.

patra rina said...

Wah Ka, nomor dua ama nomor satu tetap ga enak kok. Sekaliber Siti Sarah aja masih bisa cemburu, ya ga ? Duh, surga jadi terasa jauh deh.... Siapa yang ga ingin masuk surga tapi apa iya cuma ada satu jalan "jadi istri pertama, kedua atau seterusnya ?". Ah....

patra rina said...

silakan mbak...

patra rina said...

Nah, kalau contohnya kayak gini... istri dan suami sama-sama ikhlas.. ini nih calon penghuni surga, tentu saja dengan ibadah2 lainnya yang juga dijalani dengan ikhlas. Makanya, salut bagi keluarga yang menjalani polygami dengan indah...
I am not ready for that :-)

Abu Ibrahim said...

ada yang kurang pas ketika membandingkan ketabahan isteri yang dipoligami dengan ketabahan siti hajar. Yang lebih pas jika dibandingkan dengan ketabahan sarah isteri pertama nabi ibrahim. Hajar kan isteri kedua ibrahim? justru sarah yang dimadu kan?