Tuesday, July 6, 2010

Tuntas Sudah!

Tuntas sudah kutuangkan seluruh isi hati pada dia yang takkan pernah mengerti bahwa kesendirian telah membawa dunia beserta isinya ke dalam cawan rinduku.

Bahwa tak seorang manusiapun kan sanggup menterjemahkan arti cinta. Apalah daya lidah menahan kata-kata yang ingin diucapkan tuannya walaupun dia tak ingin kata itu terangkai?

Biarlah fatamorgana hanya milik matahari ketika awan tak lagi menghalangi cahaya teriknya.

Semoga diamku jadi jawaban rasamu...

Tuntas sudah!

Saturday, June 12, 2010

JERMAN - kopdar yuuuk...

Hi Friends,

Ada yang tinggal di Bonn, Frankfurt atau Darmstat ga?
Kopdar yuuuuk.... Tolong email aku ya : farahlagi@yahoo.com

Insya Allah aku akan di Jerman dari tanggal 21 - 30 Juni

Ciao!

Hampa

Pada saat kau tak lagi bisa berucap cinta
Pada saat kau tak lagi merasa cemburu
Pada saat kau tak lagi bisa mengaku rindu

Maka

hanya DIA yang mampu memanggil kembali hatimu
Dzat yang kan slalu membuatmu jatuh hati



Tuesday, June 8, 2010

Visa ke Jerman

Tanggal 3 Juni 2010 undangan resmi dari United Nations University Institute for Environment and Human Security (UNU-EHS) masuk ke inbox emailku. Langsung ku search cara pengurusan visa di Kedutaan Besar Jerman. Segala dokumen segera disiapkan. Bagaimanapun tanggal 7 Juni paling telat aku sudah harus apply visa karena masa pengurusan visa makan waktu 10 hari.

Form pengajuan visa kudownload dan ku print dengan terburu-buru. Hmm.... jadwalku sampai Sabtu masih sangat padat. Padat karena ku tlah berjanji jauh-jauh hari untuk pergi piknik dengan teman-teman SMA dan tak mungkin kubatalkan. Sementara hari Jumat hujan turun dengan sangat lebat. Alhasil masih ada dokumen yang belum aku print.

Senin, 7 Juni 2010 tepat pk. 06.10 pagi ku sudah berada di baris antrian. Ternyata sudah ada 10 orang yang ikut ngantri. Wah... sepagi itu sudah rame? Hmm... pada ngapain nih orang-orang ke Jerman? Nunggu gerbang kedutaan dibuka, ku berkenalan dengan seorang applicant bernama Lina. Dia datang dari Bali. Akhirnya obrolan sampai pada cara pengisian fomulir dan... astaghfirullah... ku salah mendownload formulir!

7.30 WIB gerbang dibuka dan yang antri masuk secara bertahap.. 10 orang per kali masuk

Tenang... tenang.. jangan panik... dan agak lega karena Lina bilang.. formulir bisa diminta kok di dalam. Nah, sampai batas giliranku nih... Ku tanyakan ke satpam soal formulir dan satpam langsung ngasih tapi ku harus ngantri lagi dari bagian belakang. Formulir harus dilengkapi dulu.

Yup... selesai!

Agak nervous juga walaupun pernah ngurus visa ke Kedubes US tapi kan tiap Kedubes beda!
Ah.. moga-moga dokumenku lengkap!

List dokumen yang ku bawa :
1. Undangan dari UNU-EHS yang menyatakan tujuan kunjungan, lama kunjungan, tranportasi, akomodasi, asuransi perjalanan dan uang harian yang ditanggung selama kunjungan
2. Surat pernyataan kalau aku memang bekerja di Komunitas Siaga Tsunami dan diizinkan untuk berangkat memenuhi undangan UNU-EHS yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pembina
3. Bukti asuransi perjalanan
4. Tiket pulang pergi (travel itinerary)
5. Foto 3.5 x 4.5 dua lembar (tampak wajah saja - kayak foto untuk umroh)

Di dalam ruang tunggu... bertemu dengan temanku Riri. Alhamdulillah... nervous agak berkurang dengan ngobrol.

Tak lama, aku dipanggil dan diklarifikasi tentang semua biaya yang ditanggung pengundang. Dokumen dicek. Tak lama kemudian aku kembali dipanggil dan staff tersebut mengatakan bahwa visaku bisa dijemput tanggal 17 Juni 2010 dan lebih bahagia lagi ketika beliau mengatakan bahwa : aku tidak perlu membayar uang visa. Subhanallah.. pertolongan Allah selalu datang di saat ku membutuhkan.

Terimakasih mama, papa, uni Lina, Didi, Riri, Dewan Pembina dan semua stafku di KOGAMI.... doa dan dukungan kalian membuat urusanku lancar.

Thursday, June 3, 2010

Menjajal Semangat di Gunung Merapi (28-30 Mei 2010)


Aha!

Hahaha ga nemu kata pembuka untuk nulis. Bagaimanapun untuk memulai sebuah tulisan, diperlukan sebuah kata, maka Aha jadi penyelamat hingga ku bisa memulai kisah perjalanan ini.


Panas cuaca siang di awal Mei membawa imajinasiku pada alam… Yah! Ku ingin sekali mendaki Merapi. Sekejap tanganku mulai mengupdate status di Facebook tentang keinginanku ke Merapi. Seperti yang sudah-sudah, apapun bisikan hatiku yang berupa pengharapan selalu dikabulkan oleh Allah. Makasih Rabb!

Rio Han de Viz ngasih komen kalau akan ada pendakian dari teman-teman Mapala Unand. “Coba aja hubungi Ancel” begitu advis Rio. Thanks banget ya Yo… walaupun loe ga pergi tapi lewat loe, Allah ngasih gue kesempatan". Ancel alias Fince Henry ngasih network yang laen, Deni Prima Kurnia … Deni juga merespon dengan antusias. Beruntungnya aku punya teman-teman yang supportive. Thanks Bro!

Pokoknya, panggilan untuk menyusuri rimba raya begitu menggoda… secara aku emang dididik di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) jurusan Biologi pula yang kental ama Kuliah Lapangan (KL) nya. Ya .. sudah mendarah daginglah! hehehe (Ayo para Edelweis, apakah ada yang ga rindu suasana KL? Ga mungkinlah…… ).

“Rasa sesal di dalam hati, diam tak mau pergi…. Haruskah aku lari dari kenyataan ini…. “ 

Wah pas banget nih… nulis diiringi lagunya bang Iwan Fals yang jadi lagu kebangsaan Bio 91 hiks… jadi kangen lagi deh memori bareng Edelweis.

Harus fokus… entar malah nulis tentang Edelweis, bukannya nulis Mapala Unand U35 Summit. Bisa diprotes nich ama para komandan (*bang Alam, Bang Incek, OmBes…. Salam Lestari..!!!....).

Waktu berjalan….

Ada undangan hiking lintas batas dari Walikota Padang pada 8 Mei 2010. Tergoda! Ah… really wanna go to the jungle! Tapi pas mau daftar, teman-teman Kogami mencegah, “Lebih baik jangan Ni. Kalau uni benar-benar ingin mendaki Merapi, jaga tuh kaki! Baru tiga minggu lalu terkilir… Biasanya 3 bulan tuh baru sembuh total!” (hiks…. “Iya deh Buik……!”). Alhamdulillah ku bisa menaklukkan hasrat hiking. (Edelweis pasti bisa rasakan apa yang ku rasa….. jungle addicted!).

                                                 --- m e n g h i t u n g h a r i ---

Seminggu menjelang hari H, rutinitas kantor malah meningkat. Duh! Ga ada kesempatan buat pemanasan sebelum pendakian nih… Belum lagi, pagi-pagi harus beberes dan masak trus pulang kantor kecapean, praktis ga bisa jogging. Di rumah ada free style glider tapi baru aja digoyang 15 menit, kaki bekas terkilir udah ngilu sejadi-jadinya (ssst…………. lagi ngumpulin sejuta alasan ga pemanasan padahal alasan utamanya : malas! … Honey, besok-besok ku ikut jogging ya!!! ).

Tiga hari menjelang tanggal 28 Mei 2010, seisi kantor dah tahu klo aku tetap ikut Mendaki sama teman-teman Mapala Unand. Semangat kerja jadi berlipat ganda! Betapa kangennya aku suasana Kuliah Lapangan dulu walaupun dulu Bio91 ga pernah dapat target gunung. Kami hanya turun naik bukit dan menyusuri rimba-rimba “virgin” di sepanjang bukit barisan. Intinya, aku tergila-gila dengan keindahan alam Sumatera Barat. Tiap kali berada di hutan, tiap kali itu pula ku tak henti kagumi Sang Pencipta. Begitu indah tatanan hutan yang DIA ciptakan, terlihat tenang dan angkuh dari kejauhan tapi begitu menakjubkan jika sudah masuk ke dalamnya.

Akhirnya……..

Tuntas sudah Kamis 27 April 2010! Besok adalah saatnya…

Walaupun Deni udah ngasih daftar perlengkapan yang akan dibawa, saking euforianya … ku baru nyadar belum satupun daftar peralatan yang bisa ku ceklis karena memang belum ada!
Yuhuuuuuuuuu………….! Ini bagian paling menarik. Bala bantuan dikerahkan. Untungnya adik iparku Tommi Susanto (PAITUA UNAND) mau nolongin untuk minjamin kerel, matras dan sleeping bag ke markas PAITUA. Yap, satu urusan selesai. Lainnya? Tunggu besok pagi aja, karena ku pulang dari kantor udah agak malam.

                                                     == keberangkatan ==

Jumat, 28 April 2010 – rencana berangkat dari Pusat Buku di Jl. Sudirman pk. 14.00 WIB. Giliran Ancel nih yang ngingatin. Thanks!

Pagi-pagi ku kebut motor ke Boogie, beli celana lapangan, tas pinggang dan sandal gunung. Norak emang tapi mau gimana lagi… udah lama ga ngelakonin hal-hal begini. Lima belas tahun terlena sama rutinitas kota! (hehehe hiperbola dikit). Oh ya… tak lupa beli minuman botol dan makanan ringan. Yes, semuanya udah lengkap! Tinggal cek lagi daftar perlengkapan yang udah ditulis. Ceklist.. ceklist… ceklist… ; dua pasang baju ganti, perlengkapan shalat, kompas, sandal gunung, rain coat, makanan, minuman, obat-obatan… yup komplit!

Pk. 12.30 WIB – saatnya packing! Bingung… udah lupa cara packing. Kacau! Datang lagi bala bantuan. Kali ini adik bungsuku Ulya yang turun tangan. Aku tinggal ngapalin aja … hahaha… masih euphoria!
Sesuai ama jadwal (ku yang tak pernah telat klo berjanji… cie…….), diantar Ulya, ku sampai di Pusat Buku yang juga jadi camp MU. Alhamdulillah udah ada Dayat, sementara Deni, Ancel dan Jupe belum terlihat. Selebihnya wajah-wajah baru buatku. Ya iyalaaaah… kan cuma aku yang bukan anggota MU (untung aja diterima dengan ramah dan bersahabat… Thanks ya teman-teman baruku… ). Yang aku ingat, di ruangan itu ada Nick, Om Bes, Jipe, Ambon, Caca dan Rosa, selebihnya.. kabur! Maklum, Pentium II .. dah lemot mengingat nama.

Tunggu… menunggu… dah biasa dijalani…

Akhirnya satu per satu anggota ekspedisi lainnya muncul, termasuk Lebon!
Walaupun baru aja meng-akrabkan diri ma anggota MU, ku ingin menyesuaikan panggilan ma panggilan keakraban mereka … hmm… (klo ada yang salah ga boleh protes ya..!!).

Tepat pk. 15.30 WIB bus carteran meninggalkan Sudirman. Lebon dan Jupe naik mobil off road bertuliskan Piodaoutbond. Dalam perjalanan, sempat ada kejadian lucu… Bongkeng ama mak-mak berantem soal AC. Si emak minta AC dimatiin karena AC nya bocor. Udah deh, AC dimatiin ama supir. Di sini nih .. bang Alam nemu alasan buat ngerokok, gitu juga Nick dan lainnya. Duh.. kesiksa deh yang kena asap di belakang. Dalam hati aku berharap tuh AC hidup lagi biar ga ada yang ngerokok (maaf ya …. ku memang ga tahan ma asap rokok, baunya ga jelas .. bikin sesak nafas). Untung Adi Sang Ketua yang duduk sebarisan engga ngerokok. Makasih Di! 

Di momen ini, Bongkeng jadi hero! Setidaknya buat kami para perempuan di bangku belakang (aku, Caca dan Rosa). Bongkeng minta supir ngidupin kembali AC soalnya penumpang dah mulai kepanasan. Yeeehaaaaa……… AC hidup dan asap rokok hilang. Emak-emak yang tadi protes diam aja, kayaknya dia pusing juga ma asap rokok hehehe.

Bus berjalan sangat santai untuk ukuran bus luar kota tapi ya sudah .. dinikmati saja. Dua jam meninggalkan kota Padang, bus baru sampai di Silaing dan stuck! Ada kecelakaan. Sebuah motor tergolek di bawah sebuah bus dari arah Padang Panjang. Menurut masyarakat yang ada di sekitar kejadian, pengemudi motor tewas di tempat. Mulai mencekam nih… macet… dan langit terlihat kelam.
Untungnya tak terlalu lama terperangkap di arus kemacetan. Bus bergerak lagi, kali ini lebih cepat. Mungkin supirnya baru sadar klo bus nya bisa dikebut. Ah…

Sekitar 19.00 WIB, bus berhenti di simpang pendakian Koto Baru. Azis jemput makan malam yang entah dimana. Kata Adi sih di rumah makan yang bisa baselo dekat talago … hahaha informasinya mantap banget Di! Nick sebagai korlap mulai gelisah ketika Azis belum juga muncul sementara hari semakin gelap. Hampir saja Azis ditinggal dan dititip ke Lebon tapi yap! Azis muncul tepat waktu. Horeeee…….!!!

Walaupun terasa lama sekali berada dalam bus, Alhamdulillaah bus sampai juga di tower. Dingin mulai terasa menyusup ke lapisan endodermis kulit (ssst pinjam istilah jaringan tumbuhan yah!). Bapak-bapak yang bawa anak : Ancel dan Jipe sibuk gelar bawaan, saatnya ngasih makan para jagoan. Salut juga nih sama bapak-bapak, telaten banget ngasuh anak. Segala dibawa, mulai dari susu, termos air panas sampai bermacam maenan. Sungguh pemandangan tak biasa di ranah minang (ups… atau aku yang ga biasa lihat ya?). Lebon juga bawa anak tapi dianya belum nyampe, beli BBM dulu di Jambu Air klo ga salah.

Tim Advance yang terdiri dari adik-adik Mapala dan sebagian MU U 35 nyiapin tenda, nyiapin genset dan masang lampu, sementara yang lain temu kangen.

Lebon dan Jupe tiba!

Ada juga yang memanfaatkan mushala sebagai tempat peristirahatan yang nyaman. Sementara Jupe dan Bang Alam terlihat sangat sibuk masang tendanya yang lumayan gede, talinya wow .. banyak banget! Terlihat ga akan pernah selesai hahaha peace Jup! Tak banyak yang bisa ku lakukan selain menawarkan jasa penerangan (senter) kepada siapa saja yang membutuhkan… ciee….. biar terkesan berarti juga ahahaha…

Rombongan Pakanbaru pun sampai… ! Tapi ku tak bisa melihat dengan jelas siapa aja yang datang.

Sampai… akhirnya ajakan makan malam datang!

Ahaaa……..! Ku melihat sosok Anda…. Senangnya hatiku walau serasa masih ga percaya karena Anda bilang dia ga bisa ikut karena masih ada kerjaan. Wow! Ga bisa kuungkapkan betapa hati ini pengen melompat dari kedudukannya…….. Ku bertemu seorang Edelweis di kaki Merapi! (Edelweis laen ga boleh ngiri ya….).

Makan malam sambil bernostalgia… terasa nikmaaaaaaaaaaaat sekali! Lucu juga, tiap ketemu materi obrolannya hampir sama tapi kita ga pernah bosan. Apalagi melihat wajah Anda (Kandua) yang begitu berbunga-bunga karena insya Allah Yasmin (anak semata wayangnya) akan mendapatkan adik. Moga Ana dan janinnya sehat ya Nda…. Trus, Anda bilang dia akan lanjut ke puncak malam itu juga karena dia sedang “melarikan diri” dari tugas hahaha mantap! Anda ngajak sih tapi ku memilih berangkat besok aja ma tim yang sama-sama dari Padang.

Malam merambat dengan cepat, tahu-tahu dah tengah malam. Ku tidur dulu ah… bareng Zubed dan Adiak (Ganteng)… eits di tenda bareng mereka tapi aku duluan tidurnya hahaha… faktor U harus dipertimbangkan, jaga stamina buat besok.

Ya Rabb, moga kaki yang cidera ini ga jadi halangan sampai ke Puncak. Jangan sampai aku ngerepotin orang lain. Amin.”


                                                     *** Jumat, 30 Mei 2010 ***

Rasanya malam tadi aku tidur nyenyak sekali karena ku hanya kebangun di waktu Subuh. Alarm tubuh secara otomatis mengingatkan untuk menghadap-Nya .. setiap hari selalu begitu. Sementara yang lain masih tidur, ku shalat di keheningan Subuh. Terimakasih ya Allah untuk hidup yang indah ini.




Selang beberapa saat, Bongkeng dan Bang Alam juga menunaikan ibadah Subuh sementara aku jalan di sekitar tower menikmati bulan purnama yang masih setia menunggu mentari pagi untuk menggantikan sinarnya (Eits… jangan protes! Ini bahasa Sastra karena bahasa IPA nya bulan ga memancarkan sinar sendiri… ok?).


06.15 WIB kembali ke camp

Aktifitas dah mulai terlihat di segala sisi. Ada yang ngobrol, ada yang berfoto ria, ada yang mulai masak sarapan… Dan… aha! Ada peserta baru datang…… Rini Gabot ma anaknya Diani. Katanya sih mau sampai ke puncak juga. Yes…….!! Ku punya teman seperjalanan, perempuan yang seusia (hahaha issue gender berlaku di sini).

08.43 WIB foto bersama dulu sebelum memulai perjalanan



Peserta up 35 keseluruhan berjumlah 14 orang termasuk Kandua dan Doni yang udah duluan ke atas dan under 35 berjumlah 10 orang klo ga salah (tolong dikoreksi ya Nick, Adi) tapi sebagiannya sudah nge-camp di wilayah sekitar pesanggrahan.

Indahnya pagi itu…. penuh dengan canda dan senyum

Aku harus menyesuaikan diri secepatnya sementara otak ini ga mau dipaksa untuk menghafal nama-nama teman-teman baruku. Ku jadi pendengar yang baik dan ikut tertawa ketika mereka melempar joke-joke atau “cimees”.

 
09.40 WIB langkah kaki kembali diayun.

Setelah satu jam berjalan, rombongan (hahaha kayak kunjungan kerja aja) berhenti dulu di camp 2 sambil foto-foto. Cukup lama juga beristirahat di sini… dan ketika perjalanan akan dilanjutkan. Rombongan pengantar kembali ke Tower. 


12.15 WIB 2012 m dpl. Istirahat dulu untuk makan siang dan shalat
Ya Rabb, nikmatnya……… Ah ku benar-benar rindu suasana ini. Apapun yang terhidang terasa sangat enak (tapi emang enak kok…. !!!). Sebagian anggota menunaikan shalat. Dalam diam mengakui betapa tiada daya dan upaya tanpa pertolongang Illaahi.



Satu setengah jam beristirahat di sini dan ku sempat mengupdate status Facebook. Hebatnya teknologi, menjadikan semua serasa dekat.

                                               ~~ Perjalanan lanjut..! ~~

Beda banget pastinya sama KL atau pendakian sebelumnya. Rombongan terpencar-pencar berdasarkan kecepatan kaki masing-masing. Pada akhirnya mempertemukan aku dengan Diani, “Tante, kita sama-sama aja ya. Tungguin Bunda!”.



Ok deh Dian.” Jadilah pada 3 jam perjalanan awal, aku bareng sama Rini Gabot dan Diani. Diani begitu lincah dan selalu ngasih semangat untuk bunda tercinta. Kami bermain Upin dan Ipin cukup lama.


Oii Upiiiiiiiin…. cepatlah naik.!! Kalau tak, nanti gunung marah. Macam mana ini?” begitu Dian becanda dengan sang Bunda agar Bunda tak patah semangat.

Bukan hanya Rini yang termotivasi untuk terus melangkah tapi semua anggota rombongan yang berpapasan sangat menikmati “kekuatan” dan keceriaan Dian sampai akhirnya Dian lebih memilih untuk ikut anggota Mapala yang muda-muda hahahaha….


Tenang Rin… kita ga sedang lomba kok, kita sedang piknik di Gn. Merapi. Santai aja… 
Pelan tapi pasti .. kaki terus dilangkahkan. Target harus bisa sampai ke Puncak Merpati. Tolong ya Rabb. Ankle kananku mulai terasa ngilu tapi tak terlalu mengganggu. Aku berusaha untuk tidak menjadikan kaki kanan sebagai tumpuan utama atau tidak memberikan beban berlebihan pada kaki kanan karena takut ankle ku semakin cidera. Ya Rabb, jangan sampai aku merepotkan orang lain…



Nick bilang, dalam keadaan normal, pendakian dari Tower ke puncak memakan waktu 8 jam dengan kecepatan jalan yang sangat santai. Ah, itu tak penting… Yang penting aku bisa sampai di cadas (camp selanjutnya), jam berapapun itu! hahaha optimis yang tak penuh. 

Kalau aku dan Rini cape, maka kami menghibur diri dengan berfoto atau ngobrol sesukanya. Agak lega juga karena di belakang kami masih ada Bang Incek, Ombes dan Nick. Serasa tak sedang berada di hutan belantara karena banyak sekali pendaki yang lalu lalang. Ada yang turun ada yang naik, ga pernah sepi. Saling sapapun terjadi penuh persahabatan. Lagi-lagi ku sangat menikmati perjalanan ini.



Duluan Pak!” …..
Pak…! Buk…”

Hmmm…. ternyata usia kita tak lagi muda… hehehe… semuanya panggil Pak atau Buk.

Ah… tapi lagi-lagi yang terbayang adalah wajah para Edelweis…. Ku sungguh rindu kalian! Kita memang tak pernah mendaki gunung bersama-sama tapi perjuangan merentas hutan-hutan di sepanjang bukit barisan menjadi kenangan yang tak mungkin terlupa. Begitu banyak kisah yang telah kita ukir atas nama cinta.



17.08 WIB Aku dan Rini sampai di Batas Vegetasi. Ada petunjuk arahnya sih… tapi kami sedikit bingung, akan ke kiri atau ke kanan. Untunglah beberapa pendaki melihat kebingungan itu dan berteriak “Ke kiri bu!”….. Waduh, kok dari tadi ga ada yang menyapa dengan sebutan “Kakak” ya?? hehehe…. sadar umur oi!

Subhanallaah…. itu lumut yang menggelayut di dinding cadas … indaaaaaaaaaaah sekali! Tapi ah… situasinya ga mungkin bernarsis ria di sini, apalagi gerimis mulai turun. Harus ngebuuuuut!! (cie.. gaya.. padahal jurus yang dipakai 10 – 1; 10 langkah istirahat 1 menit hahaaha).

 
Diameter rintik hujan makin besar. Jalan di batas vegetasi tak lagi sejelas jalan sebelumnya. Sedikit kehilangan arah dan berusaha mencari jalan dengan berteriak tapi tak berhasil. Suara Diani terdengar sayup-sayup, yang berarti aku dan Rin mulai mendekati camp di cadas. Ya udahlah, berjalan mengandalkan feeling saja. Hujan makin rapat… harus berpacu!

17.30 WIB Alhamdulillah sampai di cadas dan hujan semakin deras. Rini senang sekali bisa berjumpa lagi dengan si buah hati. Lagi kangen-kangenan, hujan tercurah tak tertahan. Kami menyelamatkan diri ke tenda terdekat – tenda Ai dan Abdi! Jadi deh empat orang dewasa dan satu anak-anak berada di satu tenda. Setidaknya, jangan sampai basah dan kedinginan.

Baju yang lembab dan udara yang dingin mulai bikin ku masuk angin. Sabar…. sampai hujan reda. Tak banyak obrolan yang tercipta, semuanya terdiam keletihan.

Sekitar pk. 21.30 WIB hujan berhenti. Ai dan Abdi akhirnya “mengalah” karena tendanya kami kudeta. Maaf ya brothers. Diani langsung tertidur sejenak setelah tempat tidurnya dirapikan oleh Sang Bunda. Adik-adik Mapala nganterin makanan ke tenda, porsinya alamaak…. banyak sekali!!! Mana ada goreng jengkol pula (duh, makan di kegelapan…. terpaksa kusingkirkan dulu jengkol-jengkol ini sambil lagi-lagi ingat Honey, Ane, Kabuik, Twin dan teman-teman lain yang doyan jengkol Sorry ku tak memakannya).   

           == lagi bingung mengakhiri tulisan, masih banyak yang mau diceritakan == 

Brrr…. udara makin dingin. Jaket yang lumayan tebal dan sleeping bag tak cukup memberi kehangatan. Mata dipejamkan berharap bisa cepat tidur agar besok pagi bisa bangun dalam keadaan yang segar bugar tapi tak bisa. Hujan tlah reda… sehingga aktifitas pendaki menggeliat lagi. Sudah lewat tengah malam, sekelompok pendaki di bawah camp kami menyanyi dengan suara yang cukup keras. Lagu yang mereka bawakan bagus-bagus dan.. berarti bukan mereka yang menyebabkan aku ga bisa tidur tapi D I N G I N! Aku paling tidak bisa beradaptasi dengan udara dingin. Jalur pernafasan ku terasa ngilu, mulai dari leher, dada sampai tulang belakang. Huh, kubenci dengan keadaan ini. Hal ini biasa kualami setiap kali berada di ketinggian termasuk jika berada di pesawat. Argghh… benar-benar susah bernafas! Jadi ingat waktu di Cikole Jawa Barat, ku terpaksa dievakuasi karena hampir pingsan karena kedinginan waktu piket mengawasi santri yang lagi solo bivac. Kata adikku yang dokter (Uul), aku mungkin mengidap anemia sel sabit karena keluhanku selalu sama di saat oksigen mulai renggang (kepala sakit dan semua jalur pernafasan terasa nyeri) tapi ku tak pernah mau periksa karena memang ga ada solusinya. Mudah-mudahan saja diagnosa itu tidak benar. Toh, tidak terlalu mengganggu. 

Bolak-balik bangun sampai lima kali, tetap aja masih gelap gulita. Inilah seninya tidur di cadas, ada batu nonjol di sana-sini trus ternyata oh ternyata aku kebagian tepat di sebelah ventilasi. Pantes aja dingin niaaaaaaan…!



Tiba-tiba sudah pukul 05.06 pagi di Sabtu tanggal 30 Mei 2010. Sudah banyak yang lalu lalang. Ngapain mereka mendaki sepagi ini? Kok buru-buru amat sih? Brrr…. aku aja masih kedinginan. Shalat pake tayamum aja ah… Eits! Emang boleh kan? Air langka…! Cukup buat minum aja (mungkin juga ga cukup).



06.00 WIB ku langkahkan kaki keluar tenda. Subhanallaah betapa indahnya Gn. Singgalang di pagi itu. Bersiiiih sekali! Tak mungkin donk ga ada acara foto-foto, terutama sama Anda yang mau turun gunung. Semangaaaaaaat! Mau manas-manasin Edelweis yang masih harus nunggu tahun 2011 buat reunian ahaha… Wah bedaaaaa banget rasanya ketemu sobat lama di sebuah tempat yang menantang. Selamat jalan Anda, insya Allah kita jumpa lagi ya…



06.40 WIB dengan membawa barang seperlunya, rombongan meninggalkan camp, menapakkan kaki di bebatuan cadas. Walaupun semalam hujan deras tapi batu-batu cadas tidak licin, hanya harus hati-hati melangkah karena susunannya semakin longgar. Ku sangat menikmati perjalanan memilih jalur menuju puncak, apalagi Gn. Singgalang tampak semakin anggun dari kejauhan, diselimuti awan putih nan elok. Tak tau lagi harus bagaimana memuji ke-Agungan Illahi. Semuanya DIA ciptakan sangat sempurna.



07.10 WIB Alhamdulillah menginjak puncak. Dari kejauhan kelihatan Puncak Merpati nan dirindukan oleh semua pendaki walaupun tak semuanya berniat untuk sampai ke sana. Pendaki sebelumnya sepertinya telah merayakan kemenangan mereka di puncak itu.


Ku tak begitu ingin buru-buru sampai di sana karena mata ini belum puas memandangi seluruh hamparan Maha Karya yang hanya seperseratus juta dari keindahan seluruh ciptaan Allah di jagad raya ini. Entahlah … ku tak berani membuat pemisalan. Sekelompok anak muda bercanda di tengah-tengah hamparan batu sementara sekelompok pemuda lainnya mengunjungi nisannya Abel Tasman, seorang pendaki yang mampu menaklukkan egonya untuk menyelamatkan nyawa orang lain yang terancam dengan mempertaruhkan nyawanya. Dia meninggal dalam keadaan terhormat dan biasanya para pendaki akan memberikan penghormatan dan memanjatkan doa dari jauh ataupun dari sekitar nisan.




Diak, ke sana yuuuuk… “ ajakku ke si Adiak.
Nanti aja kak, pas turun” jawabnya.

Pandangan ku alihkan ke arah sebuah hamparan yang terbebas dari batu-batu besar. Sangat lapang… lebih dikenal sebagai lapangan bola karena memang hampir seluas lapangan bola.


Dan asap putih terlihat indah beriak dari kawah …. Tapi ketakjubanku buyar ketika Ombes mengeluarkan kameranya yang canggih. Wah, memiliki foto dari fotografer professional siapa yang mau ketinggalan? Jadilah sesi foto bersama lagi di puncak ini. 

Hujan mulai turun rintik-rintik. Perjalanan dilanjutkan ke puncak Merpati. Terpaksa ngantri karena puncak Merpati karena hanya mampu menampung 10 orang. Untuk mengabadikan diri di ketinggian 2.890 m dpl, kami harus sabar menunggu pendaki sebelumnya selesai mengekspresikan keberhasilan mereka. Saling sapa pun terjadi.



Alhamdulillah… giliran rombongan MU nih.

07.50 WIB – ambil posisi! Jepret sana, jepret sini. Sst… ku hampir tergelincir ketika berusaha mengambil angle yang bagus untuk Rini dan Diani. Biar Gn. Singgalang menjadi latar yang sempurna. Untung Adiak cepat mengingatkan. Makasih ya Diak… ffuuuff hampir saja. Sempat berhenti juga jantung berdetak agak sejenak.


Rintik hujan makin rapat, kabut mulai naik. Entah teman-teman yang terlalu cepat bergerak atau aku, Diani dan Abdi yang masih sangat menikmati suasana di puncak Merpati. Tiba-tiba kami hanya tinggal bertiga! Sebagian pendaki memilih melanjutkan perjalanan ke Taman Edelweis. Aku pengen juga ke sana tapi urung karena tak satupun anggota rombongan yang ingin ke sana.




Langkah dipercepat. Rini yang punya gangguan penglihatan akibat kecelakaan motor semasa SMA dibimbing oleh Abdi sementara aku Alhamdulillah masih bisa turun sendiri. Hujan makin rapat. Serombongan pendaki memilih bertahan di bawah raincoat yang dibentangkan di sisi puncak.


Aku sempat gamang melihat ke bawah. Orang-orang tak tahu bahwa aku pengidap acrophobia (takut ketinggian). Aku mengalami acrophobia yang tak biasa. Aku hanya gamang di ketinggian jika ada benda-benda bergerak di bawahnya, seperti : di atas rel KA yang aku bisa melihat mobil berseliweran di atasnya atau lebih parah lagi ketika akan melangkah di antara dua batu dan ada air mengalir di selanya … itupun aku bisa jatuh jika memaksa diri untuk melompat. Syukurlah tak banyak pendaki yang hilir mudik turun naik cadas sehingga pandanganku tak terlalu terganggu.



Tergoda dengan Gn. Singgalang yang terlihat semakin indah karena diselimuti awan, ku keluarkan kamera dari tas pinggang, ku taruh di batu (sebagai tripod) dan berhasil! Ku mengabadikan diri sendiri sementara Rini dan Abdi masih 10 meter berada di belakangku. Saking senangnya, aku melompat dari tempat aku “berpose” dan kaki yang kupakai untuk melompat adalah : kaki kanan!



“Krak…!” Aku lupa untuk menjadikan kaki kiri sebagai tumpuan. Ya sudah… kaki yang sudah terkilir, terkilir lagi. Duh, ga bisa dilukiskan sakitnya tapi aku ga mau bikin teman-teman repot karena sakitku. Ya Rabb, hilangkan rasa sakit ini.. aku ingin sampai di bawah dan jangan sampai aku menyusahkan orang lain karena keteledoranku.

09.00 WIB – Alhamdulillah kembali sampai di camp – cadas! Saatnya packing untuk melanjutkan perjalanan pulang menuju Tower. Kerel disandang dan kutapaki batu cadas satu per satu. Ya Allah, apa yang kutakutkan terjadi! Ankle kananku sangat ngilu setiap kali dilangkahkan tapi ku harus bertahan, perjalanan masih jauh.



Hujan yang turun sebelumnya membuat keadaan semakin buruk. Aku takut sekali terpeleset. Ankle yang sakit membuatku tak berani turun berlari padahal dulu (duluuuuuuuuuu lo ya) itu termasuk keahlianku! Angkleku mengalami trauma dan tak sadar beban berpindah ke kaki kiri.

12.21 WIB di ketinggian 1750 m dpl - Kakiku terasa sangat lelah. Waktu Bang Alam menanyakan “Aman Pat?”, sontak ku jawab “Ndak!” karena memang aku merasa keseimbanganku mulai terganggu tapi aku harus bisa… harus kuat! Kupaksakan kakiku tetap melangkah walaupun rasanya nyeri sekali.


Makasih kepada Bang Alam, Bang Incek, Nick dan Rini yang setia memotivasi dan mendampingi langkahku.

Ketinggian 1720 m dpl, aku menyerah…!!! Kakiku benar-benar sudah tak kuat untuk digerakkan tapi aku tetap tidak bisa mengatakan pada siapapun. Aku mulai limbung. Rasa sakit itu menjalar dari betis sampai ke paha. Kaki kiriku mengalami ketegagangan yang teramat sangat tapi tidak bisa disebut “kram”. Nick melihat itu karena di jalan datar ku bisa tiba-tiba terjatuh.

Bang Alam dengan setia menjadi penunjuk jalan di depanku, memilihkan jalan yang tak terlalu terjal untukku melangkah. Bang Incek berada di belakangku sementara Nick membantu Rini di depan.


Menyadari jalanku sudah mulai sempoyongan, Rini meminta Nick untuk membantuku. Nick menarik ranselku yang artinya dia siap meluncur bebas bersamama jika aku terjatuh. Ternyata cara tersebut tidak berhasil! Nick akhirnya meminta kerelku … Aku tak lagi mempunyai beban, hanya tinggal bawa badan. Tapi, ternyata bukan kerel yang menjadi masalah tapi memang kaki ini sudah terlanjur “kebas”.


Bang Incek kemudian mencarikan kayu untuk bisa aku jadikan tongkat. Yah.. sedikit menolong. Aku punya tempat bertahan jika tiba-tiba hilang keseimbangan. Aku berusaha sekuatnya tidak membuat mereka memikirkan aku tapi mana mungkin, pastilah terpikirkan! Ah kesalnya harus merepotkan orang-orang. Dalam hati ku terus berdoa agar rasa sakit ini hilang dan aku bisa sampai di tower pada waktu yang bus menjemput, pk. 16.00. Ternyata benar-benar tidak mungkin!

Pk. 16.00 WIB – Kami baru sampai di pesanggrahan!

Nick sebagai Korlap mulai menelpon panitia yang berada di Tower. Untung HP kumatikan pada saat tidak dipakai jadi baterainya bisa dihemat, sementara HP lainnya sudah tidak bisa dipakai dan sekarat, HPku masih bisa berfungsi. Selain menanyakan pukul berapa bus akan sampai di Tower, Nick juga minta kepada Azis agar dicarikan motor untuk mengevakuasi aku dan Rini. Aaarrgh… ini kan di luar rencana!


Berdasarkan keterangan dari Azis, bus akan sampai pk. 17.30 WIB, maka kami masih punya waktu untuk turun dari pesanggrahan ke Tower sangat perlahan.

Pk. 16.40 WIB kami kembali meneruskan perjalanan. Walaupun pelan, aku berusaha berjalan dengan kecepatan konstan, dibantu oleh sebatang tongkat. Rini dan Bang Incek berkali-kali mengingatkanku untuk tidak memaksa diri tapi ku tak peduli, ku ingin sampai di Tower sebelum pk. 17.30 WIB.. sampai akhirnya di samping sebuah ladang kami melihat sebuah motor diparkir. Jarak dari ladang ini ke tower masih sekitar 500 m.

Nick – Korlap yang bertanggungjawab dibantu Bang Alam dan Bang Incek melakukan negosiasi dengan pemilik motor. Alhamdulillah dia mau mengantarkanku ke Tower dan ternyata satu orang lagi di ladang itu juga memiliki motor, jadilah Rini juga naik motor. Jalan berbatu plus licin justru membuat perjalanan membonceng motor terasa lebih mencekam. Motor meluncur dengan mesin mati dan sesekali tergelincir. Huff.. kakiku harus dalam keadaan siap melompat, mau tak mau.

Dalam jarak 200 m dari Tower, Azis, Ganteng dan… hmm… siapa lagi ya? datang menyusul dan membantu membawakan kerelku yang tadi sempat kuminta kepada Nick untuk kusandang karena kasihan Nick yang membawa 2 beban, kerelnya dan kerelku.

18.00 WIB – sampai juga di Tower. Bongkeng, Ombes, Adi dan hampir semua teman-teman yang telah sampai di Tower menanyakan keadaanku. Hmm… ga ada yang perlu disembunyikan, memang kakiku cidera dan sakit, mau diapain lagi? Maaf deh…. (terbayang kata-katayang akan dilontarkan Kabuik : “Asai, mada jo lah lai!”).

Rini kembali berkumpul dengan Diani

Makan malam pun telah disediakan. Makasih adik-adik Mapala, You are The Best! Semuanya dikoordinir dengan baik.

Kabut semakin memutih, sementara bus yang ditunggu belum juga muncul. Kabar terakhir yang diterima pada pk. 19.30 WIB awak bus mengatakan bahwa mereka tidak menemukan simpang Koto Baru yang disebutkan. Tapi anehnya sampai pk. 21.00 WIB bus tersebut masih saja belum muncul.


Sementara Rini, Diani dan Bang Alam telah lebih dulu meninggalkan camp menuju Solok.

Dingin semakin menusuk tulang…. kesabaran mulai menipis … dari kejauhan terlihat sinar lampu bus.

Yes! It’s time to go home!

Pk. 22.30 WIB home sweet home. Terimakasih Ulya, adikku sayang…..
Mandi, shalat, tidur………! Walaupun lelah… tetap jadi perjalanan yang indah.

Terimakasih Summit Marapi Mapala Unand U 35! Salam Lestari…!!!

 

 

 

Thursday, May 13, 2010

Sayang Tak Bisa Dibuktikan!

Dialogku dengan seorang teman saat chatting mengingatkanku pada seorang sahabat yang dengan tegas menyimpulkan "Sayang itu tak bisa dibuktikan!"

Aku bilang ma teman chatku kalau aku menyayanginya tapi dia ga percaya. Maka, dengan santai aku bilang, "Biar aja ga percaya karena memang sayang itu ga bisa dibuktikan."

Ingatanku melayang jauh ke sudut sebuah kota dimana seorang sahabat mengajariku arti sayang. Sore itu aku iseng nanya ke dia, "Kok kamu ga pernah nanya apakah aku menyayangi kamu atau engga?"

Dengan santai dia bilang, "Karena aku ngerasain kamu sayang sama aku, jadi aku ga perlu nanya." ... diiringi seulas senyum yang bikin aku makin penasaran.

"Yah.. ga bisa gitu donk. Ada saatnya orang ingin mendapatkan kepastian secara verbal apakah teman, saudara, sahabat atau pasangannya meyayanginya." cecarku.

Dengan tenang dia menjawab, "Untuk apa diucapkan kalau ternyata kamu sama sekali ga ngerasain aku sayang kamu? Bisa-bisa makin rumit kan urusannya? Seringkali sambungannya gini.... Kalau kamu sayang aku, kok kamu engga ingat ultahku.. engga ini dan engga itu... "

Aku makin gusar.. karena aku kan ga kayak gitu. Huh.. nih cowo susah dimengerti jalan pikirannya! Aku ngedumel di dalam hati.

Trus aku lanjutin... "Pantesan kamu ga jawab waktu aku tanya apakah kamu sayang aku."

Tiba-tiba dia menyambar pernyataanku, "Waktu kamu nanya aku, kamu ngerasa ga kalau aku sayang kamu?"

Sejenak aku coba mengingat, "Ya, aku ngerasa kalau kamu sayang sama aku."

Tiba-tiba matanya meredup, "Tapi kamu ga pernah tau kan kalau pertanyaan kamu itu telah membuatku sangat sedih. Buatku, kamu bertanya karena kamu ga merasakan kalau aku sayang kamu. Itu buatku sakit, kamu paham?"

Duuuh.. kok otakku jadi lemot sekali mencerna penjelasannya. Belum tuntas bingungku, dia kembali bertanya... "Kenapa belakangan ini kamu ga lagi menanyakan pertanyaan yang sama?"

Hmm.... aku lagi-lagi bingung. Iya yah... kok aku ga pernah nanya lagi.

"Dengar Patra, rasa sayang itu tidak bisa dibuktikan. Sayang itu hanya bisa dirasakan. Maka, jika seseorang merasakan kasih sayang itu... otaknya akan merasa tenang dan tak perlu memberi sinyal berupa pertanyaan yang dilisankan melalui bibir apakah dia disayang atau tidak. Sayang membutuhkan media berupa perhatian. Nah, perhatian ini bisa dibuktikan! Waktu pertanyaan itu muncul dari kamu, berarti sinyal bahwa aku ga cukup perhatian sama kamu, jadi kutingkatkan saja secara sadar." Dia menguraikan begitu serius .... tapi senyum itu terlihat sangat jail... 

Ahaaay.......!!! Kena deh aku! Emang sih waktu dialog ini terjadi, perhatiannya lagi bertubi-tubi dan bikin aku sangat nyamaaaaaaaan. Dengan percaya diri aku bisa mengatakan ke semua orang bahwa dia menyayangiku. Bahkan tanpa harus aku umumkan, orang-orang juga bisa melihat bahwa dia menyayangiku. Aku jadi ingat perkataan beberapa orang temannya, "Dia sayang banget lo sama kamu. Masa kamu ga ngerasa sih?"

Ya...ya... ya... sekarang aku mengerti bahwa;

Sayang itu tak bisa dibuktikan! Maka berusahalah agar keluarga, teman, sahabat dan pasangan kita merasakan bahwa kita menyayanginya melalui perhatian yang tulus karena perhatian bisa dibuktikan! 

Terimakasih cinta!



Saturday, May 8, 2010

“Ketersinggunganku” atas Kesetaraan Gender

Mohon maaf jika ada yang tidak sependapat dengan  tulisanku ini. Setiap orang dijamin kebebasannya dalam mengeluarkan pendapat.

Hari ini aku dicecar beberapa pertanyaan seputar keterlibatan kaum perempuan dalam penanggulangan bencana oleh seorang mahasiswa yang sedang melakukan penelitian. Bukan mahasiswanya yang ingin aku bahas tapi konteks kesetaraan gender itu sendiri.

Inilah daftar pertanyaan orang-orang yang hampir selalu ditanyakan kepadaku dalam berbagai kesempatan. Silakan mengkritisi jawaban yang aku berikan.

  1. Sebagai seorang perempuan, apakah anda cukup dihargai oleh kaum laki-laki ketika anda melaksanakan tugas?

Jawabku :

Penghargaan seseorang diperoleh bukan karena kita perempuan atau laki-laki tapi apakah kita bisa menghargai orang lain dengan cara komunikasi yang sesuai. Pada dasarnya, semua manusia ingin dihargai, siapapun dia. Walaupun laki-laki tapi cara berkomunikasinya membosankan, melecehkan, tidak cerdas dan tidak santun, orang juga tidak akan respek. Nah, sudah jelas bukan kalau bukan gender yang menentukan seseorang akan dihargai atau tidak?

  1. Berapa perbandingan jumlah staf laki-laki dan perempuan di KOGAMI? Apakah berimbang?

Terus terang, aku bingung sekali dengan pertanyaan ini. Kenapa sih perbadingan ini menjadi hal penting yang harus ditanyakan? Buat apa aku memaksakan jumlah perempuan lebih banyak dibanding laki-laki atau sebaliknya kalau mereka tidak mampu mempunyai komitmen, komptensi yang sesuai, dedikasi dan loyalitas? Sebagai organisasi sosial, KOGAMI membutuhkan orang-orang yang mengerti arti PENGABDIAN.  Jadi, mau perempuan atau laki-laki, silakan saja … kalau sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita organisasi.

Jawabku biasanya :

Bagi saya selaku pimpinan KOGAMI, bukan jumlah yang menentukan sebuah organisasi telah mengimplementasikan kesetaraan gender atau tidak, tapi bagaimana sebuah organisasi bisa memanfaatkan peluang dari minat dan bakat seseorang untuk mencapai visi dan misi organisasi. Dan tanpa sengaja, saat ini jumlah karyawan dan relawan di KOGAMi sangat berimbang antara laki-laki dan perempuan karena memang merekalah orang-orang terpilih sesuai dengan kebutuhan organisasi yang berjuang untuk masyarakat.

  1. Apakah di setiap perencanaan pengurangan risiko bencana di komunitas dampingan, KOGAMI selalu mempertimbangkan jumlah keterlibatan kaum perempuan?

Duh, sebenarnya aku agak kesal untuk menjawab pertanyaan ini. Lagi-lagi, kenapa kehadiran atau jumlah sih yang menjadi ukuran? Kenapa bukan perananan dari kaum perempuan dan laki-laki itu sendiri?

Apakah dengan banyaknya kaum laki-laki yang hadir di setiap perencanaan selalu berarti pengabaian terhadap kaum perempuan?

Untuk apa kaum perempuan banyak hadir tapi nyatanya mereka gelisah mengingat apakah anak-anak di rumah sudah makan, sudah mengerjakan Pe-Er atau hadir hanya untuk mengembangkan bakat ngerumpi sehingga tidak menghasilkan apa-apa.

Jawabku biasanya :

Buat KOGAMI, pemahaman kaum perempuan dan laki-laki tentang bagaiamana menjalankan peran secara bertanggungjawab itu lebih penting daripada sekedar jumlah kehadiran.  Kesadaran kaum laki-laki bahwa mereka harus memberikan kepercayaan kepada istri untuk mengambil keputusan di saat gempa besar terjadi; evakuasi atau tidak (sesuai dengan perencanaan keluarga yang mereka buat) itu lebih besar nilainya dibandingkan hanya sekedar kehadiran. Kepahaman kaum perempuan bahwa mereka mempunyai kemampuan sendiri dalam mengatasi masa-masa sulit .. buat KOGAMI, itu jauh lebih penting!

Aku terusik dengan praktek-praktek kesataraan gender yang seolah-olah menempatkan perempuan sebagai kaum yang lemah, tak terdidik dan tak berdaya. Pendapat ekstrimku, sebagai perempuan kita PANTANG mengemis-ngemis untuk dilibatkan dalam sebuah aktifitas, PANTANG untuk dikasihani karena menganggap diri lemah.  Untuk apa minta jatah kalau TAK BERANI BERTANGGUNGJAWAB, kalau SELALU PUNYA ALASAN untuk TIDAK MENUNAIKAN AMANAH? Amanah itu tidak saja di pekerjaan tapi juga di rumah tangga. Sadarlah wahai kaumku!

Begitu juga dengan laki-laki yang memang adakalanya melecehkan perempuan, sadarlah bahwa kalian lahir dari rahim seorang Perempuan. Tanpa kelahiran, kalian takkan pernah ada!

Seandainya kaum muslimin dan muslimat mau lebih jauh mendalami pesan-pesan Sang Khalik melalui firman-firman-NYA dan mengambil contoh dari kehidupan Rasululllah, tentulah topik kesetaraan gender ini tak perlu muncul ke permukaan.

Dalam Alquran, semuanya diatur dengan indah, mulai dari hukum pernikahan, perceraian, pembagian harta waris, hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Lalu, kenapa harus jadi persoalan? Bagian mana yang kurang?

Bagian yang kurang adalah : keseriusan seorang manusia untuk mau menjadikan Al-Quran sebagai rujukan dan pedoman dalam setiap pengambilan keputusan.

Terakhir. Muslimah yang cerdas adalah muslimah yang bisa bersyukur atas kelebihannya dan menjadikan kekurangannya sebagai media untuk menghargai kelebihan orang lain. Itu saja! Sederhana, bukan?

 

Silakan renungkan aya-ayat Allah ini :

"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain…” (Ali Imran 195)

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At Taubah 71)

 

Selanjutnya, pernahkah kamu tahu bahwa Rasulullah SAW berpesan  bahwa:

” Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain ” (HR. Bukhari)

“Tidaklah termasuk beriman seseorang diantara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana is mencintai dirinya sendiri.”  ( H.R Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i )

Friday, May 7, 2010

Aku Cemburu!

Aku baru saja mengenalnya. Mungkin belum cukup 24 jam waktuku bersamanya tapi waktu yang sedikit itu benar-benar telah membangkitkan rasa cemburu di hati. Aku sungguh cemburu padanya!
Wajahnya biasa saja, bahkan terlihat agak sendu walaupun dia berusaha untuk tampil selalu ceria. Mungkinkah wajah itu menterjemahkan rasa ketakberpihakan manusia terhadap akhirat? Hmmm... sepertinya begitu, ku tak berani menduga lebih jauh.

Malam itu dia melantunkan ayat demi ayat goresan cinta dari Sang Illaahi. Iramanya menembus sampai pembuluh darah terdalam, begitu menyayat .. ruh ku merasakan malaikat kubur mulai mendekat. Ku pun tak dapat lukiskan perasaan itu. Ku hanya terpaku, menahan perih cabutan di setiap helai bulu romaku. Tiba-tiba ruh ini tidak siap berpisah dari jasad. Aku lelah....! Lelah dengan diri sendiri....... Rasa cemburu ini semakin merajela! Aku cemburu pada indah suaranya, aku cemburu pada ikatan cintanya dengan Sang Khalik, aku cemburu dengan hafalan Qurannya. Sungguh aku cemburu!

Belum 24 jam aku mengenalnya ....

Thursday, April 29, 2010

Tentang Seorang Sahabat

Dia sahabatku ... seorang laki-laki dengan keseharian yang sama dengan lainnya

Tak ada yang istimewa, sampai suatu saat kau mengenalnya dan menyadari bahwa dia mampu membahagiakanmu hanya dengan komen-komen sederhananya melalui Facebook. Jika dia tak menulis status, kau kan merasa ada sesuatu yang hilang dan jika dia memperbaharui status, maka kau kan terhipnotis untuk meninggalkan komen karena kau sangat yakin dia tak pernah mengabaikan komen-komenmu.

Ku belajar satu hal darinya : tak perlu sanjungan dan puji puja, tak perlu materi berlimpah, tak perlu tipu daya untuk membina persahabatan. Jadilah diri sendiri dan hargai orang lain dengan kata-kata yang membahagiakan. Itu saja!

Ah... itupun buatku masih sulit. Alasan sibuk masih membelenggu padahal diapun tak kalah sibuknya... dan..  emosikupun sangat mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan dan kadang terekspresikan melalui status yang kutulis. Accountku memang  untukku pribadi tapi ku lupa bahwa orang-orang lain akan merasakan dampak dari emosiku.

Ku benar-benar kagum padanya yang sanggup mempertahankan ke-konstanan cara bertutur hingga sepertinya dia sama sekali tak terlihat pernah punya masalah. Dan jikapun ada masalah, diapun mampu mengolahnya menjadi status yang menyenangkan.

Makasih sahabat, ku belajar membahagiakan sesama darimu dengan cara yang sederhana. Moga Allah menyayangimu dan keluarga...


Saturday, April 10, 2010

Makasih Udah Bantuin Bundo Masak, Maafin Bundo ya Ca....


Seperti biasa, pagi ini aku masak ditemani asisten yang istimewa – ponakanku Khansa yang Juli nanti genap berusia 3 tahun. Dia memanggilku bundo dan memanggil dirinya Aca.

Ga seperti di reality show yang ada di TV dimana Chef yang memerintah ke asisten, ini mah kebalikannya. Malah lebih mirip ujian masak!

Aca         : Apa itu Ndo?

Bundo   : Baby corn, nak

Aca         : Diapain Ndo?

Bundo   : Dipotong-potong, nak

Aca         : Enak, Ndo?

Bundo   : Enak, kalau ntar udah dimasak

Aca         : Masukin Ndo (dia lagi ngaduk air yang udah dimasukin bumbu tomyam)

Bundo   : Bentar nak, Bundo siapin yang lain dulu ya…

Aca         : Itu apa, Ndo?

Bundo   : Cumi, Nak

Aca         : Ikan mana, Ndo?

Bundo : Itu .. ada!

Aca         : Oh iya.. itu ada

Aca         : Itu apa, Ndo (tiap kali tangan berpindah tangan untuk ngambil kelengkapan memasak tomyam, maka pertanyaan sama akan muncul)

Bundo   : Cabe hijau, nak

Aca         : Pedas ya Ndo

Bundo   : Engga

Aca         : Pedas Ndo! (agak tinggi nadanya untuk meyakinkankan kalau itu pedas)

Bundo : Iya, pedas buat Aca tapi buat Bundo engga pedas…

Bundo : Bentar ya Ca, Bundo coba dulu ya… (sambil ngambil sendok gulai dari tangannya .. sambil mencicipi kuah tom yam)

Aca         : Enak, Ndo?

Bundo : Enak, Aca mau coba?

Aca         : Ga mau, pedas!

Bundo   : Ya udah…  (aku ngambil irisan bawang Bombay sebagai pelengkap akhir tom yam)

“Acaaaaaaaaaaaaaaa…………..!!”

Aku kaget! Tiba-tiba dia angkat sendok dengan kuah tom yam sepenuh sendok dan tumpah separohnya. Ternyata Khansa niruin Bundonya yang tadi dilihat nyicipin kuah tom yam dengan menggunakan sendok.

Aca         : Maaf, Ndo. Aca panas Ndo….

Tiba-tiba aku sadar sudah membuatnya merasa sangat bersalah

Aca         : Maaf ya Ndo…. (permintaan maafnya pertama belum kutanggapi karena masih kaget dan fokus pada kakinya yang kena percikan kuah tom yam panas)

Bundo   : Iya Ca… Maafin Bundo juga ya. Bundo ga marah sama Aca, Bundo kaget Aca angkat sendok tom yam. Mana kakinya Bundo lihat, masih panas, nak ?

Aca         : Gapapa Ndo, cium Ndo….  (ah, betapa ku jatuh hati padamu anakku…)

Bundo   : Maafin Bundo ya…  (sambil mencium keningnya)


 

Mataku berkaca-kaca…  ternyata Khansa mengerti kalau perbuatannya telah membuatku sangat cemas dan dia juga mengerti kalau Bundo nya ga marah, malah dia balik menenangkan aku yang masih shock.

Aca         : Gapapa Ndo… (sambil menepuk-nepuk bahuku. Biasanya aku yang melakukan itu padanya di saat dia kaget kalau ada guntur, listrik padam atau mendengar musik di film horror).

Ternyata kata maaf lebih mudah diucapkan kalau memang kita telah terbiasa untuk meminta maaf dengan sungguh-sungguh. Dan kata maaf yang sungguh-sungguh juga akan terasa sampai ke hati dan membuat orang yang menerima kata maaf akan sangat mudah memaafkan, walaupun sebaik-baiknya manusia adalah yang memaafkan orang lain sebelum orang lain meminta maaf. 

Ah, indahnya momen memasak pagi ini  … tom yam yang lezat karena dimasak dengan penuh cinta…

hmmmmm….. “Makasih ya Ca…. Kita sajikan masakan terlezat di hari ini”

 

 

Wednesday, March 24, 2010

Pleaaaaseeeee deh!!! Jangan ngerasa jadi Tuhan donk!

Tiba-tiba obrolan Anton dan Budi mengusik ketenanganku. Anton masuk ke ruangan untuk memberikan undangan pernikahan kakaknya. Kabar yang membahagiakan sebenarnya. Tapi, serta-merta kebahagiaan itu sedikit terusik dengan pertanyaan Anton yang kurasa sangat tidak memperhatikan aspek sensitivitas antara manusia dan manusia yang dibekali akal dan perasaan. 

"Udah Bud?" Anton melayangkan pertanyaan, yang semua orang di ruangan tersebut tahu kemana arah pertanyaan tersebut.

Berusaha setenang mungkin, Budi menjawab "Apanya yang udah?"

Anton menyambar, "Masa udah beberapa bulan, masih belum juga? Si Wilson aja baru dua bulan yang lalu menikah, sekarang istrinya dah hamil. Ah lemah loe!"

Seketika kulihat wajah Budi berubah, sangat sendu.... tapi dia tidak membalas dan berpura-pura tidak mendengarkan. Belum lagi wajah Linda temanku lainnya yang sudah lebih satu tahun menikah dan telah mengusahakan segala cara untuk hamil. 

Dasar Anton tak berperasaan, dia tetap saja bercanda walaupun terdengar sangat garing, "Cepatlah.... Buktikanlah kejantanan kau tu"

Duh aku ga sanggup lagi untuk berdiam diri. Dua temanku terlihat sangat tersudut dengan pertanyaan yang kurasa sangat tidak sopan. Pertanyaan tersebut telah mencabik ruang batin mereka terdalam yang menyimpan harapan dan doa kepada Tuhan.

"Heh, kamu kalau mau nanya... tanya sama Tuhan! Jangan tanya sama mereka!" Kuhentikan canda Anton dengan serta merta. 

Anton terdiam

Kugunakan kesempatan ini untuk berbicara lebih tenang...

"Nton, ga ada seorangpun pasangan di dunia ini yang tidak menginginkan anak setelah mereka menikah. Tiap habis shalat mereka pasti berdoa untuk diberikan momongan. Setiap kali melihat bayi atau anak kecil, hati mereka pasti terus memohon diberi kesempatan itu. Jangan goyahkan keyakinan mereka akan kebijaksanaan Tuhan. Lebih baik kamu diam daripada harus membuat orang lain bersedih hati. Sangat yakinkah kamu suatu saat nanti kamu akan memiliki anak? Untuk memastikan bahwa kamu akan menikah di dunia ini saja kamu takkan mampu". Terasa menusuk kalimat-kalimat yang kulontarkan, tapi kurasa Anton dan orang-orang lain yang "over perhatian" seperti Anton harus disadarkan bahwa mereka dan kita semua adalah hamba Tuhan. 

Ikhtiar memang kewajiban setiap manusia tapi Tuhanlah Maha Penentu. Mengapa harus bertanya untuk hal-hal yang tidak mampu dijawab oleh manusia?


Pesan : Jika kita tidak pernah berkontribusi terhadap hidup seseorang, berarti kita tidak punya hak untuk mengatur hidup mereka! 


Catatan :

Semua nama yang terncantum adalah nama samaran