Suasana di pinggiran sawah Ubud emang bikin suasana beda banget! Bau alam di pagi hari begitu mempengaruhi seluruh energi. Ternyata lokasi kegiatan sangat menentukan semangat peserta. Keluar dari kamar bisa langsung nyapa tetangga sebelah kamar juga memunculkan atmosfir persaudaraan yang kental. Beda donk klo dilaksanakan di hotel berbintang yang hanya berbatas dinding dan gang, hehehe parno banget deh gw.
Di salah satu working group, aku kebagian ngebahas tentang kerawanan pangan, topik baru yang jadi usulan untuk dimasukkan ke dalam manual. Karena bingung, ga tahu mau mulai dari mana, jadi aja semua sharing tentang “biang kerok” dari kerawanan pangan, yaitu “kemiskinan” yang bukan kemiskinan sebenarnya (nah lo bingung kan ?). Teman dari Lombok bilang bahwa petani di
Diskusi itu dipicu oleh pertanyaan lugu ku, “Kenapa harus ada kelaparan ya? Padahal pekarangan rumah bisa ditanami dengan bermacam-macam tanaman bermanfaat. Toh, orang jaman dulu sepertinya ga pernah memperhatikan nilai gizi”. Pembahasan ini terkait juga dengan program Sadar Gizi yang katanya menjadi salah satu solusi untuk kerawanan pangan. Teman-teman tersenyum geli karena nenek moyang kita dulu juga ga pernah belajar gizi tapi anak-anaknya sehat-sehat tuh.
Kemudian ada lagi pertanyaan menggelitik, “Mengapa masyarakat harus menunggu aksi dari Pemerintah, mana semangat gotong royong selama ini?”. Nah, di sini NGO juga disorot, karena salah satu program andalan NGO kaya adalah “cash for work” yang menyebabkan masyarakat menjadi malas. Terima duit, pergi ke sawah buat leha-leha trus pulangnya dapat duit. Alhamdulillaah, aku benar-benar mendapatkan pencerahan bersama teman-teman. Thanks for Suhaimi from Walhi Lombok, Bang Yos (FKPB Kupang), Ipul (Dolphin Palu), Agus Wes from Green Peace, Winata (PMI Bali), Agus (satkorlak bali), Mas Avianto (NU), Aam (DKP) dan Ali, Trisna, Ade, Sayu, Made, Michael, Ilham, P’Pur and Taka from IDEP.
See u in next session…
No comments:
Post a Comment