Tuesday, April 3, 2007

Ada apa dengan Pencinta Alam?

Sebuah perbincangan menarik berlangsung antara aku yang sangat PD mengakui diri sebagai seorang pencinta alam dengan seorang adik mapala dari sebuah universitas di Padang. Dia berkata bahwa kecenderungan mahasiswa untuk menjadi Mapala menurun drastic bahkan untuk tahun ini hanya ada 20 orang anggota baru yang bergabung padahal mahasiswa baru jumlahnya ribuan. Terkesan Mapala tidak lagi diminati sebagai aktifitas sampingan di dunia kampus. Benarkah Mapala kalah bersaing oleh unit kegiatan mahasiswa lainnya. Kalau iya, kenapa ?


 


Menurutku konsep yang diajukan Mapala dengan serangkaian tes fisik yang ketat tidak lagi relevan. Apakah memang Mapala identik dengan mendaki gunung, memanjat tebing, lintas pantai, dan sejenisnya hingga diperlukan fisik yang tangguh ? Dan setelah melewati serangkaian pekerjaan sulit tersebut dan dilantik, maka orang itu telah sah dinyatakan pencinta alam? Padahal untuk mencintai alam menurutku tidak ada kaitannya dengan kekuatan fisik tapi lebih kepada kekuatan hati yang benar-benar merasa bagian dari alam. Lalu, masihkah dikatakan seorang pencinta alam jika seorang Mapala menolak permintaan ibunya untuk mengisi tanah-tanah di pot tanaman karena sang ibu merasa unsur haranya tidak lagi menyokong pertumbuhan dan perkembangan tanaman? Bukankah itu bagian dari pekerjaan sebagai pencinta alam. Sepele memang tapi hal sepele inilah yang menjadi penentu eksistensi dari pencinta alam itu sendiri. Trus gimana dengan anggota Mapala yang dengan antengnya merokok di antara keramaian bahkan di depan bayi ketika di angkot ? Gimana bisa dibilang pecinta alam, mencintai dirinya sendiri juga sulit.


 


Kemudian, masihkah boleh dikatakan pencinta alam jika akhirnya sekumpulan mahasiswa yang menggabungkan dirinya pada sebuah nama pencinta alam menjadi begitu eksklusif dan mengkristal sehingga teman-teman di luar lingkaran pencinta alam serasa menjadi outsider?


 


Maka, aku yang bersikukuh menyatakan diri sebagai seorang pencinta alam walaupun tak pernah terdaftar pada sebuah lembaga pencinta alam manapun ingin mengajak kita semua untuk memperbaharui konsep penerimaan Mapala atau Sispala. Jika ingin tetap eksis, maka tes fisik yang sulit harus dikaji ulang karena aku yakin banyak sekali yang ingin bergabung tapi punya keterbatasan dalam hal fisik. Kalaupun akhirnya dibutuhkan tim yang tangguh untuk segala macam lomba, tinggal saja bentuk sebuah kelompok khusus. Yang punya keterbatasan fisik tadi juga pasti sadar diri untuk tidak terlibat. Tapi sekedar bocoran aja buat yang ngaku fisiknya lemah.. Gunung dan bukit itu sangat indah.. lembah juga, pantai.. ah semuanya indah dan kita ga akan ngerasa cape untuk menjelajahinya. Really!


 


Ini hanya sekedar opini, karena setiap manusia tentunya punya kecenderungan sebagai pencinta alam karena Allah memang menyediakan alam untuk menopang kehidupan, kecuali yang kufur nikmat tentunya. Wallaahu a’lam.

5 comments:

kiky fitriyanti said...

salam dari sesama MP "urang awak" hihihi...setuju banget ama statment yang ini! HIdup pecinta alam! (eh, saya jarang berpetualang siy, tapi seneng aja liat temen2x yang hobi...)

Moh. Lukman said...

Assalamualaikum..
Setuju banget mbak eh uni...mencintai alam itu bukan sekedar jalan-jalan naik turun gunung, arus jeram, panjat tebing de es be. Alam diciptakan bukan buat generasi kita aja, tapi warisan bagi geneasi selanjutnya..jadi pengn posting sendiri nih (terima kasih buat idenya :-) )

patra rina said...

Ok, ditunggu postingannya..
Iya, suka greget ama yang ngaku pencinta alam eh buang sampah masih dimana aja
Trus klo punya motor bising banget seakan cuma dia yang berada di jalan
huhuhu.. mau menggugat !!! hehehe...

Togie Lonelie said...

ada seribu satu cara untuk mengekspresikan rasa cinta mbak
mungkin saja itu salah satu diantaranya

patra rina said...

Lucu banget cara mengekspresikannya ?
Padahal udah ada tempat pembuangan yang disiapkan..