10 Februari 2012
Alhamdulillaah meeting selama tiga (3) hari ini berakhir! Jiwa petualang sudah mendesak untuk disalurkan. Barang-barang sudah dipack dari tadi pagi. Bus pun sudah dipesan dari kemaren melalui telepon. Aku cek lagi hasil survey kecil-kecilan yang sempat aku print sebelum berangkat. Nama guesthouse, perusahaan taxi dan objek wisata yang harus dikunjungi menambah keyakinan perjalanan ini akan baik-baik saja. Bismillaah…
Hari terakhir 10 th annual meeting of Asian Disaster Risk Reduction Network (ADRRN) selesai lebih cepat dari waktu yang tertulis dalam agenda. Aku dan Mba Hening, mitra kerja yang telah menjelma menjadi saudara, sepakat untuk meninggalkan Phnom Penh Hotel (Kamboja) pk. 13.45 waktu setempat karena bus terakhir dari Phnom Penh (di dalam daftar surveyku adalah Mailinh Company) berangkat pk. 14.30 teng!
Dari ruang meeting, kami naik dulu ke kamar buat cek dan ricek kalau masih ada barang yang ketinggalan. Yup! Semua selesai dan tinggal angkat. Jadi, masih bisa makan siang bareng peserta lainnya. Sudah dipatok waktu makan siang hanya 15 menit, tidak boleh lebih. Yes, we can do it!
Jarak perusahaan bus dari Phnom Penh Hotel kurang lebih 4 km. Itu artinya Cuma butuh waktu 15 menit paling lama menuju ke sana. Rencana sepertinya sempurna!
Suasana makan siang sekaligus perpisahan dengan teman-teman peserta meeting berlangsung hangat walaupun mengejar waktu. Sekalinya ngelihat jam, what ?! Jarumnya mengatakan sudah pk. 14.00 tepat. Hiyaaaaah… mba Hening masih sempat cipika cipiki dan sayonara sayonaraan.
Dengan senyum dan bahasa isyarat yang aku yakin hanya dimengerti oleh Mba Hening, aku ingin mengatakan “Come on mba, kita belum check out!”. Untuk si mba ngerti. Kami berdua lari secepatnya ngambil koper, lari lagi ke resepsionis. Selesai sudah satu sesi perjuangan.
Pk. 14.05, buru-buru keluar minta dipesankan taxi. Engga pake mikir lagi transportasi termurah, yang penting bisa nyampe di tempat bus sebelum bus berangkat. Setelah dua menit nunggu, taxinya datang. Ya ampuuuuun, keren amat mobilnya. Bayarannya berapaan nih ? Masa bodo ah, bisa patungan ini. Otak masih coba mengira-ngira overbudget ha ha ha padahal perjalanannya juga baru akan dimulai. Alangkah enaknya jadi orang kaya … dung dung .. otak berkhayal yang ga penting di saat tak tepat.
“It is only 5 dollar” begitu sih klo ga salah staf Hotel bilang, sambil menerangkan kepada supir tempat yang kami tuju. Sssst… di Phnom Penh masih ada supir taxi yang ga bisa bahasa Inggris lho. Aku sempat menitipkan pesan, “please tell him, we need to arrive in 10 minutes”. Staf hotel meyakinkan kalau semuanya oke, sementara aku masih lihat si supir kebingungan. Sepertinya dia masih mikirin lokasinya dimana. Pk. 14.12, duh! Wow… benar-benar berpacu dengan waktu. Ikthiar dimaksimalkan.
Aku tanya supir ongkosnya berapa, biar bisa siap-siap. Dia jawab, “7 dollar”. Alamaaaak… ya sudahlah, telat gini gimana bisa nawar lagi ? Dalam perjalanan ku telepon lagi perusahaan bus, minta mereka menunggu. Dari seberang sana suara seorang wanita dengan lembut berkata, “Yes mam, our bus leaving at 14.30.” Dan … eng ing eng…. Hal yang tak pernah diprediksi sebelumnya. Tiap menit ketemu perempatan yang ada lampu merahnya! Masing-masing penunjuk digitalnya menunjukkan angka 70 detik setiap kali lampu merah nyala. Mana kendaraan rapat walau ga bisa dibilang macet. Ya Rabbi……..!
Pk. 14.28, sepertinya lampu merah terakhir sudah dilewati. Aku telepon lagi perusahaan bus untuk memastikan kami hampir sampai. Dengan tenang, si pemilik suara lembut tadi menjawab, “The bus just left”. Aku berusaha beragumentasi, “It is not 2.30 yet” tapi dia bilang, “It is 2.30 and the bus already left”. Ya sudahlah… ikhtiar sudah maksimal. Tak ada yang perlu disesali.
Mba Hening mengusulkan balik ke hotel tapi aku belum puas kalau belum ke perusahaan busnya langsung dan menanyakan perusahaan lain yang memberangkatkan bus terakhirnya lebih sore. Supir taxi ga tahu apa yang terjadi, dia malah makin slow … 191 … 193 .. “Ya ampun pak, nomor 391 itu masih jauh banget!” Dang ding dong ..dia ga ngerti ha ha ha ..
Tiba-tiba dari arah berlawanan ada bus dengan tulisan Ho Chi Minh City. Mba Hening langsung teriak, “Itu.. itu…!” Serta merta aku bilang ke supir, “Cath… catch…catch…!” hua ha ha saking paniknya, Englishpun jadi belepotan. Terserah deh.. yang penting si supir ngerti.
Kalau tadi aku sempat menggerutu soal lampu merah yang di tiap perempatan, kali ini aku bersyukur sekali di depan ketemu lampu lagi merah. Yes, bus kesusul…….. dan mau naikin kita. Jadi deh ke Ho Chi Minh nya, horeeeeeeeee……….. !! Ongkos taxi aku bayar 10 dolar (US) karena si supir ga punya kembalian. Alhamdulillaah…….
Dan, hanya kami berdua di bus itu ……….. Kereeeeeeeen….! Let’s go!
Aku dan mba Hening girang banget. Supir dan kondektur busnya sangat ramah walaupun ga seorangpun bisa berbahasa Inggris. Seringkali mba Hening harus membuat coretan agar mereka lebih mudah memahami. Sabarnya si mba ini …
Hanya satu jawaban yang aku inginkan saat itu, apakah bus ini (Khai Nam bus) berhenti di daerah Pam Ngu Lao karena seluruh penginapan yang aku survey berada di sepanjang daerah tersebut. Jihaaaaaah… mereka ga ngerti! Pasrahlah sudah …
Perjalanan dari Phnom Penh ke Ho Chi Minh akan sangat membosankan bagi yang tidak punya jiwa berpetualang. Yang terlihat hanyalah desa-desa yang tandus, sapi-sapi kurus dan beberapa orang bersepeda menyusuri jalan.
Tiba-tiba bus masuk ke sebuah terminal dan aku baru nyadar kalau itu pintu masuk Neak Leoung Port. Hahaha perjalanan yang menakjubkan. Dari kisah traveler yang aku search, ga ada tuh yang mengisahkan bakal ada perjalanan naik ferry begini. Asyik… asyik… Aku menikmati setiap detik perjalanan ini. Waktu tempuh ferry ga sampai 10 menit.
Pk. 17.08 sampailah kami di perbatasan. Kondektur memberikan isyarat kalau kami harus turun bawa koper dan cap paspor. Di sini prosesnya ga lama karena memang hanya untuk cap paspor keluar Kamboja. Lebih kurang satu menit saja dan naik lagi ke bus.
Pk. 17.14 sampai di kantor imigrasi Vietnam. Kali ini kondektur member isyarat kalau kami harus membawa koper. Paspor dia yang pegang. Di sinipun ga lama, cuma lima menit. Itupun sudah pakai ngantri untuk cap paspor masuk Vietnam dan scan koper. Selanjutnya, jalan dikit ke arah penjaga (kurang lebih 50 meter) untuk menunjukkan kalau kami sudah dapat visa. Beres! Naik lagi ke bus.
Pk. 18.08 berhenti makan di emperan. Pastinya susah untuk mengetahui apakah makanan tersebut halal atau engga. Yang penting, aku dan mba Hening sudah menghindari yang meragukan. Kami makan nasi pakai telor mata sapi saja. Harga makanan sudah include dalam harga tiket yang USD 9. Lumayanlah bisa meluruskan kaki selama 20 menit.
Akhirnya sampailah kami di Ho Chi Minh City. Di sinilah kami baru tahu kalau bus ini tidak berhenti di Pam Ngu Lao. Kondektur dan supir bus membantu mencarikan taxi. Saat itu, jam menunjukkan pk. 19.45. Taxi nya milik Mailinh Group, termasuk yang recommended selain Vina Sun taxi.
Pk. 20.15 sampailah kami di kawasan backpackers Pam Ngu Lao. Setelah membayar ongkos taxi sebesar USD 6, kami segera geret koper menuju PP Backpackers yang udah diincar, tapi ternyata nih penginapan udah penuh. No worry. Cari lagi aja…
Baru sebentar jalan, ada seorang ibu pakai scooter menawarkan penginapan. “You look for guest house, come to my house. It’s very cheap, only USD 15.” Mba Hening mentah-mentah nolak karena aku bilang klo di sini banyak guest house dengan harga 5-6 dollar per malamnya. Akhirnya ibu itu menurunkan harga, “Ok, I give you 12 dollar for one room per night. It is special price for you. Many Malaysian people stayed at my guesthouse because they can cook. You also can cook.” Kegigihan ibu tersebut berhasil membuat kami mengikuti scooternya. Dan sampailah kami pada Ms Thu Guest House pada pk. 20.25 waktu setempat. Wow, kamarnya bersih, bed nya besar kalau buat dua orang, kamar mandi di dalam, lemarinya gede, pakai TV dan AC pula! Benar-benar murah! Alhamdulillaah…. Langsung menyatu dengan tempat tidur ha ha ha ….
Perjalanan yang menyenangkan.
Tips :
- Sediakan waktu satu jam dari perencanaan untuk situasi terburuk seperti kesasar atau macet di jalan
- Jika backpack berdua atau lebih, harus rajin saling mengingatkan karena kewaspadaan akan berkurang dibanding kita backpack solo
- Survey kecil-kecilan sebelum mengadakan backpack sangat membantu pada situasi sulit
3 comments:
Bagus tulisannya!
Thx uni, cat pernya. Mau ke saigon juga nih september
Theresajackson dan Cabekrting
Makasih udah mampir
Nanti akan menyusul Mekong Delta Tour (moga ga malas)
Post a Comment