Sunday, December 24, 2006

Memaknai Sayang

Subhanallaah hati ini terenyuh dan terharu ketika seorang teman menanyakan dan coba mencari arti satu kata yang akrab terdengar dan mungkin sering juga kita ucapkan kepada seseorang (semoga Allah yang lebih utama dan orang tua selanjutnya.. bagi yang masih single lo ya, buat yang udah nikah tentu aja suami), yaitu kata SAYANG.

Aku takkan mencoba memaknai atau mendefinisikan kata sayang karena kata sayang itu lebih indah untuk diresapi dan diejawantahkan dalam bentuk yang abstrak tapi mampu menyentuh objek yang dikenai secara konkrit (wah lebih belibet ya… ?). Kita tidak pernah mampu mengukur rasa sayang kita kepada seseorang tapi orang yang mendapatkan rasa sayang dari kita, merekalah yang mampu mengukurnya. Dengan begitu, tak ada alasan buat kita bisa menuntut orang lain untuk memberikan rasa sayangnya sebanyak yang kita berikan tapi adalah sebanyak yang mereka rasakan. Kalau dikembangkan lagi, sebanyak yang mereka rasakan dan sebanyak mereka ingin mengungkapkannya sesuai dengan pribadi masing-masing dan sebanyak keinginan untuk memanfaatkan modal yang diberikan Allah tersebut.

Ada sebuah hadits dari Rasulullah yang menjadi inspirasi untuk mengembangkan rasa sayang sebesar hasrat untuk menjadi bagian dari suasana indah tersebut. Di sekitar Arsy ada menara-menara dari cahaya. Di dalamnya ada orang-orang yang pakaiannya dari cahaya dan wajah-wajah mereka juga bercahaya. Mereka bukan para nabi dan syuhada, bahkan para nabi dan syuhada iri kepada mereka.” Ketika ditanya para sahabat, Rasulullah menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, saling bersahabat karena Allah dan saling berkunjung karena Allah.” (H.R. Tirmidzi). Memang layaklah seorang pecinta karena Allah mendapatkan kehormatan tersebut di akhirat nanti karena ternyata memang tidak mudah untuk mencintai karena Allah semata. Kalau boleh aku mengartikan sebagai rasa sayang yang mengalir begitu saja tanpa harus ada alasan, apalagi tuntutan. Sulit sekali bukan?

Fitrah sebagai manusia kerapkali mengiringi langkah kita dan berpuluh kenapa juga sering datang tanpa diundang. “Aku sangat menyayanginya tapi kenapa dia tega mengkhianati aku?”, “Aku selalu punya waktu untuknya tapi kenapa di saat aku sangat membutuhkannya, dia sama sekali tidak peduli?” atau “Aku menyayanginya karena dia sudah tidak punya siapa-siapa dan hidupnya menderita”. Nah, tidak mudah untuk menghadirkan rasa sayang tanpa alasan atau tanpa tuntutan, bukan? Karena sulit, kita coba untuk memperingan. Rasa sayang boleh punya alasan tapi tetap tidak boleh ada tuntutan atau harapan yang membuat kita terjerumus. Ini rasanya lebih mudah untuk dijalankan. Mmh.. tapi alasan dan harapan satu-satunya ya harusnya mengharapkan ridha ALLAH semata. Alangkah irinya kita kepada sahabat-sahabat Rasulullah. Mungkin tidak seluruhnya mendapat porsi kasih sayang yang sama dari Rasul tapi demi agama Allah dan rasa cinta kepada Allah karena Allah sangat mencintai Rasul-Nya, mereka selalu berada di barisan terdepan dalam perjuangan menegakkan Islam. Bahkan ketika Rasulullah terancam di saat perang Uhud, Ummu Umarah dengan gagah berani melesat ke medan pertempuran untuk melindungi kekasih Allah yang juga menjadi kekasihnya. Subhanallaah… Lalu setelah Rasulullah tidak ada, apakah kita kehilangan kesempatan? Tidak, karena janji Allah di atas bukan khusus untuk orang-orang yang mencintai Rasul Allah tapi buat orang-orang yang saling mencintai karena Allah.

Ketika seorang adik bertanya, “Seperti apa seharusnya kita mencintai seseorang karena Allah?”. Lisan ini dengan berat dan hati ini sangat malu untuk menjawab, serasa ada tamparan yang begitu deras. Sudahkah aku mencintai saudara-saudaraku hanya karena Allah semata? Bisikan itu terjawab dengan sendirinya “Belum, aku belum mampu tapi aku punya banyak kesempatan”. Jawaban yang terlontar ketika itu adalah ketika cinta itu mampu diucapkan tanpa diiringi oleh desiran hati atau diikat oleh harapan dan tuntutan (sekali lagi, ini khusus buat yang masih single).

Sayang ya sayang… Selayaknya sangat mudah mengucapkan dan mengekspresikannya kalau memang kita memiliki rasa itu. Ketika beberapa teman bule cowok bertanya, “Kenapa kamu tidak mau bersalaman? Itu sebuah penyiksaan untuk kami karena kami terbiasa untuk mengekspresikan rasa sayang dengan “hug”. Duh, ada rasa haru juga. Begitu mudahnya mereka menyayangi teman yang baru dikenal hingga ada perasaan begitu menyiksa ketika tidak bisa mengekspresikannya. Ups, tunggu dulu, jangan protes teman. Aku sedang berusaha mengambil sisi baik dari pernyataan tersebut. Pernahkah kita begitu tersiksa karena tidak bisa mengekspresikan rasa sayang kepada seseorang dengan tulus (sekali lagi bukan karena sebuah harapan). Mereka hanya sayang… ya sayang saja. Ketika ditanya alasannya, mereka bilang “I don’t know. I think I don’t need reason to love someone”. Ya Allah, begitu indah ilmu yang Engkau turunkan dari segala celah. Akhirnya, meluncur juga sebuah jawaban “Tanpa rangkulan dari kamu, aku bisa menyayangimu semampuku. Tapi kalau memang dengan tidak bersentuhan akan mengurangi rasa sayang kamu kepadaku, mungkin aku termasuk salah seorang yang tak beruntung untuk mendapatkan rasa sayang dari kamu”. Obrolan itu menjadi sebuah obrolan yang indah ketika kalimat yang keluar adalah “Oh come on, don’t say that. I can feel your true love, so I feel suffered because I can not give as much as you give”. Subhanallaah, rasanya aku tidak memberikan rasa sayang sedalam yang mereka rasakan tapi hal itu membuat mereka tersiksa karena budaya mereka adalah mengekspresikannya melalui sebuah rangkulan. Setelah itu endingnya berjalan dengan mulus “I don’t wanna discuss about shaking hand anymore because I don’t want you feel doubt about my love.” (pengertiannya juga adalah sebentuk rasa sayang yang dalam, ya kan?). (Hey, jangan mikir yang aneh-aneh donk hehehe... dunia itu indah lo dari segala sisi, maka nikmatilah dengan bijaksana) .

Andaikan percakapan tersebut terjadi antara kita sesama muslim, tentunya akan menjadi lebih indah. “Jika engkau mencintai saudaramu karena Allah, sampaikanlah karena itu akan mengekalkan persaudaraan di antara kalian.” Begitu pesan Rasulullah. Aku sampaikan ini atas nama sayang yang aku punya yang mudah-mudahan semua sahabat-sahabatku bisa rasakan. Semoga kita bisa menjadi bagian dari cahaya tersebut karena cahaya itu ada di sekeliling Arsy, tempat yang dirindukan hamba yang merindukan Allah. Wallaahu a’lam.

Bantu aku untuk mencintaimu karena Allah, sahabat-sahabat, karena aku memang mencintai kalian. Rasa takut kehilangan adalah bagian dari cinta tapi kita tidak akan pernah kehilangan satu sama lain kalau kita bisa saling mencintai karena Allah. Kita akan bertemu di menara-menara tersebut. “Kabulkan ya Allah. Engkau Maha Menyatukan hati-hati dan jangan biarkan kami tercerai berai justeru karena kami saling menyayangi. Jadikanlah kami sahabat-sahabat yang akan bersaksi untuk kebaikan sahabat-sahabat kami ketika di dunia hingga kami layak menjadi hamba-hamba yang Engkau cintai dunia dan akhirat untuk mendiami menara cahaya tersebut. Amin Allaahumma aamiin”. Mengutip kalimat indah seorang bijak: Cinta sejati adalah cinta yang takkan bertambah kadarnya ketika kita mendapatkan pujian dari orang yang kita cintai dan takkan berkurang kadarnya ketika kita mendapatkan hinaan dari orang kita cintai

9 November 2005, 09:30 pm, sweet room Untuk semua orang yang kucintai dan mencintaiku.

Dibuka kembali untuk sebuah pengakuan kalau aku belum punya rasa sayang yang sempurna. Untuk someone yang sangat aku sayangi ... Suatu saat engkau akan mengerti kalau aku sangat menyayangimu...

http://funnypatra.blogs.friendster.com/my_blog/buah_pikiran/index.html

7 comments:

andriyans al-qossam said...

Semakin mudah alasan mengapa kita sayang maka semakin dangkal rasa sayang kita.
semakin sulit alasan mengapa kita sayang maka semakin dalamlah rasa sayang itu.
wallahua'lam bishowab

Ricko Wahyudi said...

subhanallah... tulisan yang sangat indah dan menyentuh..
memang benar.. terkadang kita menyayangi seseorang selalu mempunyai suatu pamrih yang jikalau pamrih itu tidak kesampaian maka perlahan rasa itu mulai mengendap entah kemana. Benarkah dinamakan "cinta" kl suatu saat ia akan berubah menjadi "benci" bila pamrihnya tdk terwujud?
ungkapan sayang pada orang lain yang disertai pamrih hanyalah bentuk dari ungkapan sayang pada diri sendiri...
"Ya Robb, anugrahkan kami cintaMu,cinta orang2 yang mencintaiMu"

patra rina said...

Benar! Aku nulis juga untuk mengingatkan diri sendiri, karena pada saat ini sedang berusaha untuk mengembalikan posisi sebuah "rasa sayang" yang mulai mengendap. Ternyata, rasa sayang itu secara manusiawinya bisa pudar... Nah, lewat tulisan ini aku ingin menjadi orang yang punya rasa sayang yang tulus tanpa berharap apapun.... Semoga...

patra rina said...

Hmm... benarkah ? Mungkin benar dan mungkin juga tidak. Wallaahu a'lam.

patra rina said...

Amin.. Amin...
Moga kita bisa saling menyayangi tanpa pamrih
sebagai jalan mencintai Allah

ananda inoechas said...

" Kasih sayang hanya indah dan sempurna, saat kita bisa menemukan rasa sayang itu, kita berharap dia lah orang yang kita tunggu dalam hati kita"

patra rina said...

Hmm... engga juga :)