Sahabat, Sebuah Kata Asing
oleh : Patra Rina Dewi
Sahabat? Ah sungguh aneh. Kenapa orang memerlukan sahabat? Kenapa orang harus mengklasifikasikan sebuah pertemanan dengan kata "sahabat"? Bukankah punya banyak teman lebih menyenangkan?
Bertubi-tubi pertanyaan hinggap di kepalaku. Aku dibesarkan di lingkungan yang sangat keras di usiaku. Entahlah, aku memang merasa demikian. Masih sangat lekat di ingatanku ketika aku harus menempati rumah baru di sebuah tempat yang sangat asing. Sebuah tempat sepi, di dekat rawa yang dipenuhi biawak dan ular, bahkan terkadang monyet-monyet muncul dari tempat yang tak disangka-sangka. Kalaupun ada tetangga, jaraknya juga tak seperti kata "tetangga" menurut orang lain. Aku harus jalan sekitar tiga menit, baru aku temukan orang-orang yang layak disebut tetangga. Ada sih tetangga tepat di belakang rumahku tapi tetap saja rasanya aneh karena aku harus mutar ke belakang lewat semak-semak untuk sampai di rumahnya.
Waktu itu aku baru berumur lima tahun dan ingatanku masih sangat kuat mengenang kejadian demi kejadian. Aku hanya punya dua orang teman sebaya perempuan, selebihnya laki-laki. Jadilah kami (perempuan) menyesuaikan diri dengan prilaku laki-laki begitu juga dengan jenis permainan.
Aku begitu besar bersama anak-anak kampung. Kebersamaan kami yang hanya 10 orang (anak-anak kampung) membuatku tak pernah merasa kesepian. Jadi, ketika orang bertanya tentang sahabat, aku sama sekali tidak punya jawaban. Semuanya adalah sahabatku!
Sampai satu saat, di kelas 2 SMP aku merasakan ada sesuatu yang hilang. Di saat sahabat-sahabat masa kecilku tak lagi punya banyak waktu untuk bermain seperti dulu. Mereka punya kesibukan sendiri-sendiri atau sebagian dari mereka mulai malu untuk bermain bersama. Masa remaja yang tak mengenakkan. Di sekolah aku bisa tertawa sepuas-puasnya karena temanku sangat banyak dan sampai di rumah aku merasa begitu kesepian karena satu demi satu teman kecilku mulai tak terlihat.
Sahabat. Kata itu mulai terngiang kembali. Benarkah aku membutuhkan sahabat? Haruskah aku memilih salah seorang dari mereka untuk aku jadikan sahabat? Ah... mengapa dunia terasa jadi begitu rumit?
Tanpa aku sadari, pelan-pelan aku kehilangan rasa percaya diri. Aku yang anak kampung mulai kehilangan lingkungan. Berteman dengan anak-anak orang kaya di lingkungan sekolah justru membuatku merasa minder. Tak ada yang salah dengan mereka. Justru mereka sangat baik. Jika mereka dijemput dengan mobil, aku bisa ikut menumpang. Jika ada yang ulang tahun, aku selalu ditraktir. Tapi apa yang bisa aku perbuat untuk mereka? Makan saja aku harus bisa bersyukur dengan lauk yang seadanya, jajanku hanya cukup untuk mengganjal perut jika memang "harus" lapar.
Waktu terus berputar...
Entah bagaimana, (masih di kelas 2 SMP) aku bisa berkenalan dengan seorang pencandu narkoba. Tentu saja aku tidak mengetahuinya di awal pertemanan. Tiba-tiba aku sudah dihadapkan pada episode sakau demi sakau yang harus dijalaninya. Sebagai teman, aku harus merahasiakan ini dari orang lain karena tak ada seorangpun yang tau kalau dia adalah seorang pencandu. Kehilangan kasih sayang dalam keluarga telah menyeretnya pada dunia terlarang ini. Lalu, mengapa masa remajaku harus melewati masa seperti ini? Di saat orang lain bisa tertawa riang, aku harus menangis ketika melihatnya kesakitan.
Sedikit demi sedikit aku berusaha meyakinkannya bahwa kebahagiaan itu hanya milik orang-orang yang bisa menganggap ujian sebagai salah satu episode kehidupan yang harus dilalui, sama seperti ujian semester yang memberikan kita angka-angka dan ranking di kelas. Tapi sepertinya ini tidak mudah.
Kesabaranku hilang sudah! Di satu siang aku mengeluarkan ancaman, "Jika kamu tidak mau berhenti, aku akan ikut make!" sambil merampas jarum suntik yang baru saja dipakainya. Aku kehilangan cara. Aku putus asa.
Sampai akhirnya, aku harus menangis berkali-kali melihat usahanya untuk berhenti. Ah mengapa sakau begitu kejam? Ubun-ubunku serasa ikut tercabut setiap kali dia mengerang kesakitan hingga berkali-kali pula aku kalah, "Pake aja, ayo pake aja!" begitu bujukku setiap kali melihat dia menggeliat dan menggelepar menahan sakit. Tapi berkali-kali pula dia berkata, "Aku ingin buktikan bahwa aku lebih menyayangimu sebagai sahabatku daripada benda ini!"
Sahabat? ... Ah, akhirnya ada yang mengistimewakanku sebagai seorang sahabat hingga dia bersedia kesakitan berkali-kali hanya untuk membuatku bahagia? Katanya hanya aku yang bisa mengerti keadaan dirinya, hanya aku yang mau mendengar segala keluhan dan omelannya.. yang aku sendiri tak pernah menyadarinya.
Sejak saat itu, sahabat bukan lagi kata asing untukku. Enam bulan berjuang untuk tidak menggunakan segala yang berbau narkoba telah membuktikan bahwa dia telah menjadikan aku penting. Adakah orang di luar sana yang merasakan kebahagiaan seperti yang aku rasakan? Bola mataku selalu saja panas jika teringat pengorbanannya untukku.
Sahabat, dimanakah kau sekarang? Aku merindukan saat-saat kita bersama melewati masa sulit dan menyimpan bongkahan rahasia... hingga sekarang hanya Tuhan, kau dan aku yang tahu... Aku menyayangimu, dimanapun kau berada...
Tulisan ini diikutsertakan dalam LOMBA MENULIS TENTANG SAHABAT
27 comments:
Dimana gerangan sahabat Neng itu?
Btw, link tentang Lomba Menulis Tentang Sahabat -nya belum ada. Cantumin di bawah tulisan juga gpp, say.
huhuhuhu
*saingannya berat*
Kayaknya beratan Yudi, deh!
Coba ambil timbangan! :)
makasih kak atas semangatnya...
ada banyak hal yang pengen yudi minta saran kk
Apaan, Yud?
Asal jangan minta saran gimana cara menurunkan berat badan ajah! Soalnya kakak bukan contoh yang baik tuk hal ini. Hahahaha
Oh ya mba, kelupaan. Besok ditambahin ya. Ga ada fiturnya di HP nih..
wuaaa pasti sayang banget ama sahabat yg rela nahan sakitnya sakau,menganggap kita lebih penting ya uni...
semoga Alloh jaga sahabatnya uni... :)
waaa sahabat yang baiik sekaliii
indahnya persahabatan .... :)
Amin
Tapi entah dimana dia sekarang, terakhir berjumpa waktu tahun satu kuliah di suatu tempat.. dan dia bilang "Aku sehat sekarang!"
Itulah mba... kami berpisah setelah tiga tahun bersama... dan terakhir aku ketemu dia pas tahun satu kuliah di sebuah tempat. Waktu itu belum ada HP... jadi lose contact lagi :(
moga bisa ketemu lagi ya say ^_^
tulisan yang bagus..
waaaa pemenangnyaaaa niy
Baca lagiiiiiiii
Makasih mba Elly :)
semua cerita menarik ya ... aku menikmati sekali bacanya
uni.. bagus banget ceritanya.
salut buat temen uni.. rela bersakit2 hanya untuk mempertahankan persahabatannya
salam kenal ya :)
Seperti suara hatiku... ^_^
“Kekuatan persahabatan. Bisa menjadi pendengar dan perasa yang baik bagi seorang sahabat, lebih dari segalanya. Hidup pun bisa berubah. Semoga bisa bertemu lagi dengan sahabatnya, Mbak”
cerita yg menarik
tfs ya
Makasih ya buat yang mampir. Maaf jarang akses sekarang. Salam persahabatan!
Cerita yg bagus..membayangkannya saya jadi berdebar-debar. Saya jg pernah dekat dgn teman2 yg sedang rehab Narkoba...bisa ngerti beratnya Sakau..untung saya nggak pernah merasakannya.....
subhanallah..perjuangan yang berat pastinya.
semoga dimanapun dia berada, selalu dalam lindungan Allah.
kok jadi berkaca2 ...
jadi ikutan deg2an... :)
cerita tentang dunia remaja yang teracuni narkoba dengan balutan persahabatan. Trully made my day!
Top! moga menang yah mbak^__^
Makasih buat semua teman yang udah ngasih comment... semoga sahabat2ku itu sehat walfiat sekarang ini karena ku tak pernah jumpa lagi dengan mereka :(
Post a Comment