Thursday, May 13, 2010

Sayang Tak Bisa Dibuktikan!

Dialogku dengan seorang teman saat chatting mengingatkanku pada seorang sahabat yang dengan tegas menyimpulkan "Sayang itu tak bisa dibuktikan!"

Aku bilang ma teman chatku kalau aku menyayanginya tapi dia ga percaya. Maka, dengan santai aku bilang, "Biar aja ga percaya karena memang sayang itu ga bisa dibuktikan."

Ingatanku melayang jauh ke sudut sebuah kota dimana seorang sahabat mengajariku arti sayang. Sore itu aku iseng nanya ke dia, "Kok kamu ga pernah nanya apakah aku menyayangi kamu atau engga?"

Dengan santai dia bilang, "Karena aku ngerasain kamu sayang sama aku, jadi aku ga perlu nanya." ... diiringi seulas senyum yang bikin aku makin penasaran.

"Yah.. ga bisa gitu donk. Ada saatnya orang ingin mendapatkan kepastian secara verbal apakah teman, saudara, sahabat atau pasangannya meyayanginya." cecarku.

Dengan tenang dia menjawab, "Untuk apa diucapkan kalau ternyata kamu sama sekali ga ngerasain aku sayang kamu? Bisa-bisa makin rumit kan urusannya? Seringkali sambungannya gini.... Kalau kamu sayang aku, kok kamu engga ingat ultahku.. engga ini dan engga itu... "

Aku makin gusar.. karena aku kan ga kayak gitu. Huh.. nih cowo susah dimengerti jalan pikirannya! Aku ngedumel di dalam hati.

Trus aku lanjutin... "Pantesan kamu ga jawab waktu aku tanya apakah kamu sayang aku."

Tiba-tiba dia menyambar pernyataanku, "Waktu kamu nanya aku, kamu ngerasa ga kalau aku sayang kamu?"

Sejenak aku coba mengingat, "Ya, aku ngerasa kalau kamu sayang sama aku."

Tiba-tiba matanya meredup, "Tapi kamu ga pernah tau kan kalau pertanyaan kamu itu telah membuatku sangat sedih. Buatku, kamu bertanya karena kamu ga merasakan kalau aku sayang kamu. Itu buatku sakit, kamu paham?"

Duuuh.. kok otakku jadi lemot sekali mencerna penjelasannya. Belum tuntas bingungku, dia kembali bertanya... "Kenapa belakangan ini kamu ga lagi menanyakan pertanyaan yang sama?"

Hmm.... aku lagi-lagi bingung. Iya yah... kok aku ga pernah nanya lagi.

"Dengar Patra, rasa sayang itu tidak bisa dibuktikan. Sayang itu hanya bisa dirasakan. Maka, jika seseorang merasakan kasih sayang itu... otaknya akan merasa tenang dan tak perlu memberi sinyal berupa pertanyaan yang dilisankan melalui bibir apakah dia disayang atau tidak. Sayang membutuhkan media berupa perhatian. Nah, perhatian ini bisa dibuktikan! Waktu pertanyaan itu muncul dari kamu, berarti sinyal bahwa aku ga cukup perhatian sama kamu, jadi kutingkatkan saja secara sadar." Dia menguraikan begitu serius .... tapi senyum itu terlihat sangat jail... 

Ahaaay.......!!! Kena deh aku! Emang sih waktu dialog ini terjadi, perhatiannya lagi bertubi-tubi dan bikin aku sangat nyamaaaaaaaan. Dengan percaya diri aku bisa mengatakan ke semua orang bahwa dia menyayangiku. Bahkan tanpa harus aku umumkan, orang-orang juga bisa melihat bahwa dia menyayangiku. Aku jadi ingat perkataan beberapa orang temannya, "Dia sayang banget lo sama kamu. Masa kamu ga ngerasa sih?"

Ya...ya... ya... sekarang aku mengerti bahwa;

Sayang itu tak bisa dibuktikan! Maka berusahalah agar keluarga, teman, sahabat dan pasangan kita merasakan bahwa kita menyayanginya melalui perhatian yang tulus karena perhatian bisa dibuktikan! 

Terimakasih cinta!



Saturday, May 8, 2010

“Ketersinggunganku” atas Kesetaraan Gender

Mohon maaf jika ada yang tidak sependapat dengan  tulisanku ini. Setiap orang dijamin kebebasannya dalam mengeluarkan pendapat.

Hari ini aku dicecar beberapa pertanyaan seputar keterlibatan kaum perempuan dalam penanggulangan bencana oleh seorang mahasiswa yang sedang melakukan penelitian. Bukan mahasiswanya yang ingin aku bahas tapi konteks kesetaraan gender itu sendiri.

Inilah daftar pertanyaan orang-orang yang hampir selalu ditanyakan kepadaku dalam berbagai kesempatan. Silakan mengkritisi jawaban yang aku berikan.

  1. Sebagai seorang perempuan, apakah anda cukup dihargai oleh kaum laki-laki ketika anda melaksanakan tugas?

Jawabku :

Penghargaan seseorang diperoleh bukan karena kita perempuan atau laki-laki tapi apakah kita bisa menghargai orang lain dengan cara komunikasi yang sesuai. Pada dasarnya, semua manusia ingin dihargai, siapapun dia. Walaupun laki-laki tapi cara berkomunikasinya membosankan, melecehkan, tidak cerdas dan tidak santun, orang juga tidak akan respek. Nah, sudah jelas bukan kalau bukan gender yang menentukan seseorang akan dihargai atau tidak?

  1. Berapa perbandingan jumlah staf laki-laki dan perempuan di KOGAMI? Apakah berimbang?

Terus terang, aku bingung sekali dengan pertanyaan ini. Kenapa sih perbadingan ini menjadi hal penting yang harus ditanyakan? Buat apa aku memaksakan jumlah perempuan lebih banyak dibanding laki-laki atau sebaliknya kalau mereka tidak mampu mempunyai komitmen, komptensi yang sesuai, dedikasi dan loyalitas? Sebagai organisasi sosial, KOGAMI membutuhkan orang-orang yang mengerti arti PENGABDIAN.  Jadi, mau perempuan atau laki-laki, silakan saja … kalau sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita organisasi.

Jawabku biasanya :

Bagi saya selaku pimpinan KOGAMI, bukan jumlah yang menentukan sebuah organisasi telah mengimplementasikan kesetaraan gender atau tidak, tapi bagaimana sebuah organisasi bisa memanfaatkan peluang dari minat dan bakat seseorang untuk mencapai visi dan misi organisasi. Dan tanpa sengaja, saat ini jumlah karyawan dan relawan di KOGAMi sangat berimbang antara laki-laki dan perempuan karena memang merekalah orang-orang terpilih sesuai dengan kebutuhan organisasi yang berjuang untuk masyarakat.

  1. Apakah di setiap perencanaan pengurangan risiko bencana di komunitas dampingan, KOGAMI selalu mempertimbangkan jumlah keterlibatan kaum perempuan?

Duh, sebenarnya aku agak kesal untuk menjawab pertanyaan ini. Lagi-lagi, kenapa kehadiran atau jumlah sih yang menjadi ukuran? Kenapa bukan perananan dari kaum perempuan dan laki-laki itu sendiri?

Apakah dengan banyaknya kaum laki-laki yang hadir di setiap perencanaan selalu berarti pengabaian terhadap kaum perempuan?

Untuk apa kaum perempuan banyak hadir tapi nyatanya mereka gelisah mengingat apakah anak-anak di rumah sudah makan, sudah mengerjakan Pe-Er atau hadir hanya untuk mengembangkan bakat ngerumpi sehingga tidak menghasilkan apa-apa.

Jawabku biasanya :

Buat KOGAMI, pemahaman kaum perempuan dan laki-laki tentang bagaiamana menjalankan peran secara bertanggungjawab itu lebih penting daripada sekedar jumlah kehadiran.  Kesadaran kaum laki-laki bahwa mereka harus memberikan kepercayaan kepada istri untuk mengambil keputusan di saat gempa besar terjadi; evakuasi atau tidak (sesuai dengan perencanaan keluarga yang mereka buat) itu lebih besar nilainya dibandingkan hanya sekedar kehadiran. Kepahaman kaum perempuan bahwa mereka mempunyai kemampuan sendiri dalam mengatasi masa-masa sulit .. buat KOGAMI, itu jauh lebih penting!

Aku terusik dengan praktek-praktek kesataraan gender yang seolah-olah menempatkan perempuan sebagai kaum yang lemah, tak terdidik dan tak berdaya. Pendapat ekstrimku, sebagai perempuan kita PANTANG mengemis-ngemis untuk dilibatkan dalam sebuah aktifitas, PANTANG untuk dikasihani karena menganggap diri lemah.  Untuk apa minta jatah kalau TAK BERANI BERTANGGUNGJAWAB, kalau SELALU PUNYA ALASAN untuk TIDAK MENUNAIKAN AMANAH? Amanah itu tidak saja di pekerjaan tapi juga di rumah tangga. Sadarlah wahai kaumku!

Begitu juga dengan laki-laki yang memang adakalanya melecehkan perempuan, sadarlah bahwa kalian lahir dari rahim seorang Perempuan. Tanpa kelahiran, kalian takkan pernah ada!

Seandainya kaum muslimin dan muslimat mau lebih jauh mendalami pesan-pesan Sang Khalik melalui firman-firman-NYA dan mengambil contoh dari kehidupan Rasululllah, tentulah topik kesetaraan gender ini tak perlu muncul ke permukaan.

Dalam Alquran, semuanya diatur dengan indah, mulai dari hukum pernikahan, perceraian, pembagian harta waris, hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Lalu, kenapa harus jadi persoalan? Bagian mana yang kurang?

Bagian yang kurang adalah : keseriusan seorang manusia untuk mau menjadikan Al-Quran sebagai rujukan dan pedoman dalam setiap pengambilan keputusan.

Terakhir. Muslimah yang cerdas adalah muslimah yang bisa bersyukur atas kelebihannya dan menjadikan kekurangannya sebagai media untuk menghargai kelebihan orang lain. Itu saja! Sederhana, bukan?

 

Silakan renungkan aya-ayat Allah ini :

"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain…” (Ali Imran 195)

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At Taubah 71)

 

Selanjutnya, pernahkah kamu tahu bahwa Rasulullah SAW berpesan  bahwa:

” Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain ” (HR. Bukhari)

“Tidaklah termasuk beriman seseorang diantara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana is mencintai dirinya sendiri.”  ( H.R Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i )

Friday, May 7, 2010

Aku Cemburu!

Aku baru saja mengenalnya. Mungkin belum cukup 24 jam waktuku bersamanya tapi waktu yang sedikit itu benar-benar telah membangkitkan rasa cemburu di hati. Aku sungguh cemburu padanya!
Wajahnya biasa saja, bahkan terlihat agak sendu walaupun dia berusaha untuk tampil selalu ceria. Mungkinkah wajah itu menterjemahkan rasa ketakberpihakan manusia terhadap akhirat? Hmmm... sepertinya begitu, ku tak berani menduga lebih jauh.

Malam itu dia melantunkan ayat demi ayat goresan cinta dari Sang Illaahi. Iramanya menembus sampai pembuluh darah terdalam, begitu menyayat .. ruh ku merasakan malaikat kubur mulai mendekat. Ku pun tak dapat lukiskan perasaan itu. Ku hanya terpaku, menahan perih cabutan di setiap helai bulu romaku. Tiba-tiba ruh ini tidak siap berpisah dari jasad. Aku lelah....! Lelah dengan diri sendiri....... Rasa cemburu ini semakin merajela! Aku cemburu pada indah suaranya, aku cemburu pada ikatan cintanya dengan Sang Khalik, aku cemburu dengan hafalan Qurannya. Sungguh aku cemburu!

Belum 24 jam aku mengenalnya ....