Tuesday, May 5, 2009

Memang Beda!

Hari ini ada rasa yang membuncah. Ingin sekali dirangkai dalam untaian nada-nada indah tapi ah... rasanya takkan ada kata-kata yang bisa mewakili kebahagiaan yang baru saja aku rasakan dan rasanya ingin menghabiskan waktu dengan cepat untuk menyelesaikan curhatan ini. Dunia terasa begitu terang benderang. Masalah yang menumpuk tiga hari belakangan seakan lenyap begitu saja. Allah benar-benar tak sekalipun ingkar janji. Maha Besar Allah dengan segala rencana-rencananya termasuk skenario perjalanan hidup seluruh manusia yang tersebar di seluruh permukaan bumi ini.

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” [Q.S. Alam Nasyrah (94) : 5-6)], begitu janji Allah.

Waktu menulis inipun senyum tak berhenti mengembang sebagai pelambang syukur atas karunia-Nya. Betapa adilnya Allah menetapkan masa-masa duka dan bahagia dalam kehidupan seseorang sehingga hati ini tak pernah terasa kering.

Hari Jumat minggu lalu aku dapat telfon dari seorang Dekan dari sebuah Fakultas di sebuah universitas negeri di Padang. Aku ingat, tiga tahun yang lalu setelah aku “mempensiunkan” diri dari sebuah lembaga tempat aku mengabdi, aku mendatangi beliau untuk menawarkan keilmuan dan keahlian yang aku miliki. Aku masih ingat, saat itu dengan ramahnya beliau mengatakan bahwa beliau sangat membutuhkan tenaga sesuai dengan ilmuku tapi fakultas tersebut masih berproses untuk menggapai harapan yang baru, terutama sekali dalam hal infrastruktur.

Setelah itu, aku asyik berkutat dengan lembaga yang aku dirikan sama teman-teman ; Komunitas Siaga Tsunami (KOGAMI). Rasanya waktu yang aku manfaatkan di KOGAMI tak lagi memberiku ruang untuk memikirkan peluang pekerjaan yang lain. Rasa cintaku mengalahkan segalanya, kecuali cinta pada Allah, Islam dan orang tua. Berbagai peluang silih berganti menggoda, tidak hanya mengenai pekerjaan tapi juga tentang kehidupan masa depan. Ah mungkin klise atau naif dalam pandangan orang-orang kalau aku harus bilang bahwa aku sangat mencintai KOGAMI.

Jujur saja, ketika sms dari beliau datang dengan tawaran bergabung dalam sebuah tim peneliti (yang prestisenya ga akan diragukan lagi), aku berada dalam titik kebimbangan. Bimbang menentukan arah, bimbang dengan ketidakmampuanku dalam mengolah konflik pribadi. Aku dalam titik terendah yang butuh pertolongan karena ternyata komunikasi intrapersonal yang aku bangun pada saat itu tak lagi bisa diandalkan, hingga aku membutuhkan komunikasi interpersonal. Cukup membantu, tapi tak sepenuhnya. Teman-teman yang peduli mencoba membangkitkan semangatku untuk tetap kuat karena aku memang dikenal sebagai orang yang kuat. Tapi ah... sampai manakah kekuatan seorang manusia? Hingga akhirnya dialog dengan Allah aku intensifkan karena hanya Dia yang tak pernah salah memberikan jawaban.

Selasa, 5 Mei 2009 pukul 15.00 WIB kupenuhi janji pada sang Dekan. Aku bawa fotokopi ijazah S1 dan S2 serta tesis masterku mengenai kultur jaringan tanaman, lebih khususnya tentang penghasilan metabolit sekunder yang sangat terkait dengan “wadah” baru yang sedang diinisiasi oleh beliau. Dengan jujur aku terangkan bahwa aku sangat tertarik untuk bergabung, tapi saat ini aku sedang menjalankan amanah di KOGAMI, bahkan sebagai pimpinan hingga aku tak mungkin meninggalkan amanah tersebut dalam waktu yang singkat (dalam hati aku masih berpikir “Apakah suatu saat nanti aku mampu?”). Sang Dekan berusaha meyakinkanku bahwa aku masih punya waktu untuk menyelesaikan amanahku karena “wadah” ini juga mungkin akan rampung pada tahun depan.

Lagi-lagi aku mengucapkan terimakasih dan menerangkan bahwa aku tidak bisa berjanji karena masih panjang langkah yang harus ditempuh untuk mewujudkan cita-citaku dan teman-teman tentang rasa aman pada masyarakat terhadap ancaman bencana.

Akhirnya beliau bertanya tetang aktifitasku di KOGAMI dan darimana KOGAMI mendapatkan dana.

“Alhamdulillah, kami dapat dukungan dana APBD dari pemerintah propinsi dan kota Padang, kami juga mendapat dukungan dana dari lembaga PBB yaitu UNESCO, dari USAID, dari Mercy Corp, dari Trocaire, dari Yayasan IDEP, dari LIPI, dari DKP. Dan tidak hanya dana tapi kami juga mendapatkan dukungan keilmuan dan dukungan moril lainnya dari banyak pihak.” Begitu paparku.

Beliau kemudian mengatakan, “Wah, kalau begitu ... anggap saja saya tidak jadi menawarkan untuk bergabung dengan Fakultas ini. Saya tidak ingin berkontribusi dalam mengurangi TRUST lembaga lain terhadap lembaga anda. Tidak mudah buat LSM menjaring lembaga nasional dan internasional sedemikian cepat, bahkan untuk LSM stereotype nya lebih dikenal sebagai lembaga oposan pemerintah, suka mengkritisi tanpa ada solusi. Lembaga anda mendapatkan dukungan sebanyak itu pastilah karena faktor kepercayaan yang tinggi dan faktor kepercayaan yang tinggi pastilah ditentukan oleh personal yang ada di dalamnya.. yang akhirnya bermuara pada leadership. Tapi, jika suatu saat nanti anda memang telah ingin berhenti dengan sendirinya, saya masih mengharapkan anda untuk menelfon saya.”

Subhanallah... perasaanku campur aduk. Sebegitu pentingnyanyakah buat beliau pengabdian yang aku lakukan bersama teman-teman di KOGAMI? Sementara selama ini masih ada beberapa orang yang memandang sebelah mata. “Apa sih yang bisa diharapkan bekerja di LSM?” itu kebanyakan pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang, karena ternyata khususnya di Sumatera Barat masih terdapat pengkastaan dalam memilih pekerjaan dan Pegawai Negara Sipil terletak pada kasta tertinggi. Dalam hati aku hanya bisa membatin, “Andaikan mereka tahu kebahagiaan yang aku rasakan bisa mengelola kreatifitas sendiri, mengelola konflik, mengambil pelajaran, membina jaringan, bertemu orang banyak, melihat kebahagiaan orang-orang yang mendapat manfaat di daerah program, melihat semangat relawan yang luar biasa.. pernahkah mereka rasakan hal yang sama?” Aku yakin tidak sehingga aku merasa sangat beruntung.

Apapun kata orang, siang itu aku merasa sangat merdeka karena telah berani membuat sebuah KEPUTUSAN BESAR dalam hidup. Aku berhasil melepaskan diri dari beban emosional yang tengah hinggap. Aku berhasil mengalahkan godaan prestise tentang masa depan yang menjanjikan. Aku semakin percaya dengan takdir Allah yang selalu tepat untuk hamba-hambaNya.

Aku sungguh merasa beruntung. Beliau, sang Dekan dari sebuah Fakultas bergengsi telah mengisi kekosongan di hatiku. Sehingga aku hanya mampu berucap, “Memang beda pemikiran orang yang berpendidikan tinggi dan open minded dalam memandang sesuatu.” Beliau sama sekali tidak mengecilkan keberadaan sebuah LSM.

Masih kuingat pesan beliau ketika aku pamit kembali ke kantor, “Lanjutkan perjuangan, jagalah kepercayaan orang-orang. Mudah untuk membangunnya tapi sangat sulit untuk mempertahankannya. Sekali salah melangkah, seumur hidup orang  takkan percaya!”

Ah, takkan mudah melaksanakan pesan tersebut  tapi aku percaya anggota KOGAMI; teman-teman yang selama ini berdedikasi tinggi membuat aku yakin untuk tetap melanjutkan perjuangan.

 

P.S. Terimakasih untuk keluarga besar KOGAMI yang telah mengajariku banyak hal, yang telah membuatku mau mengakui kekuranganku, yang mampu membuatku berjanji kepada diri sendiri untuk menjadi lebih baik. Moga Allah membalas kesungguhan dan keikhlasan kita dalam bekerja.Marilah kita jaga kepercayaan ini bersama-sama hanya untuk menggapai ridha Allah semata.